BANDUNG--Warga Perumahan Griya Cempaka Arum, Kec Gedebage, Kota Bandung, mengaku keberatan atas pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di sekitar permukimannya. Pasalnya, pembangunan PLTS tersebut dinilai akan memberikan dampak negatif bagi warga disana.
Keterangan yang diperoleh Republika, bentuk keberatan warga diekspresikan dengan menghalangi kegiatan pengukuran atau pematokan yang rencananya akan dilakukan pada Selasa (27/11) ini. Warga yang kebanyakan ibu-ibu tersebut, mencoba menghalangi kedatangan petugas Pemkot Bandung ke lokasi.
Kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh Pemkot Bandung pun urung dilakukan setelah perwakilan warga mendatangi kantor kelurahan dan kecamatan setempat.''Kami keberatan atas segala bentuk pembangunan pabrik atau PLTSa di sekitar pemukiman,''ujar Koordinator Aksi Aliansi Rakyat Tolak Pembangunan Pabrik Sampah di Permukiman (ARTP2SP), Muhammad Tabroni, kepada Republika.
Penolakan tersebut, kata Tabroni, karena pembangunan PLTSa dilakukan di tempat yang dekat dengan permukiman warga. Hal tersebut, imbuh dia, bertentangan dengan aturan tata kota yang berlaku.''Telah terjadi inkonsistensi dalam pembangunan di Kota Bandung,''ujar dia.
Dijelaskan Tabroni, pembangunan PLTS menggunakan teknologi yang usang.''Incenerator di negara maju sudah dibuang di Bandung malah digunakan,''tegas dia. Selain itu, terang dia lokasi pembangunan tidak sesuai karena berupa cekungan.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jabar, Deny Juanda, menyarankan warga menyampaikan aspirasi keberatan mereka atas TPA Leuwigajah secara tertulis kepada gubernur atau Bappeda. Menurut dia, setiap proyek pembangunan pasti menimbulkan reaksi pro dan kontra di masyarakat.
Deny menjelaskan, khusus untuk proyek TPA Leuwigajah, bukan berarti ditolak oleh masyarakat. Penyebab masih adanya warga yang keberatan dengan proyek itu, menurut dia, yakni karena lemahnya sosialisasi.
''Kami yakin bila disosialisasikan kepada masyarakat tentang sistem pengelolaannya, maka warga akan menerima,'' ujar Deny kepada wartawan di Gedung Sate, Selasa (27/11). Dipaparkan dia, sistem pengelolaan TPA Leuwigajah yang akan dilakukan ke depan tidak seperti sebelumnya.
Deni menegaskan, sampah yang masuk ke TPA Leuwigajah dipastikan akan diolah, bukan ditampung. Dengan cara diolah menjadi kompos atau sumber energi, maka sampah tersebut tidak akan menjadi malapetaka.
Menurut Deny, sampah yang akan diolah tersebut bisa menjadi sumber pendapatan pemerintah daerah. Ia menjelaskan, biaya pengolahan sampah tidak boleh terus menjadi beban masyarakat.
Sebelumnya, Wakil Gubernur Jabar, Nu'man Abdul Hakim, menandaskan, bila sebuah TPA menjadi sumber pendapatan pemda, maka retribusi sampah yang dipungut dari masyarakat, tidak boleh lagi diberlakukan.
(rig/san )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar