Senin, 24 Desember 2007

WHO: Pencemaran Udara Pembunuh Reguler di Asia

Rabu, 24 Agustus 2005 WHOBuana Katulistiwa - Bencana asap menjadi bagian masalah dari Asia Tenggara bulan ini, yang telah mengakibatkan sekolah dan pusat bisnis tutup, hanya salah satu bagian dari masalah polusi udara yang membunuh ratusan ribu manusia di wilayah ini setiap tahun, kata World Health Organization (WHO).

Polusi udara di kebanyakan kota di Asia Tenggara dan China memiliki peringkat teratas sebagai penyebab kematian dari 500.000 orang setiap tahun, kata Michal Krzyzanowski, seorang spesialis kualitas udara pada Pusat Lingkungan WHO Eropa, di Bonn, Jerman.

Kabut asap dari kebakaran hutan di Indonesia dan Malaysia menjadikan Malaysia mengumumkan situasi darurat pekan lalu di dua lokasi di luar Kuala Lumpur. Sebagian Thailand telah pula dilaporkan diselimuti oleh kabut asap ini.

Pejabat kesehatan Malaysia mengatakan, rumah sakit melaporkan terjadi peningkatan 150 persen penyakit sesak nafas dan tujuh orang yang memiliki penyakit pernafasan dilaporkan meninggal dunia.

Di seluruh dunia, polusi udara menyebabkan kematian 800.000 orang setiap tahun, begitu estimasi WHO, sebagaimana dikutip AP, Minggu (21/8).

Situasi darurat di Malaysia hanya berlangsung dua hari, tapi ahli meteorologi memprediksi bahwa asap tebal kembali akan menyelimuti sebagian Malaysia dan kemungkinan juga Singapura pekan ini.

Bencana asap, begitu AP, yang diduga akibat kebakaran hutan yang ditujukan untuk pembukaan lahan yang terjadi di Sumatera, Indonesia, merupakan masalah yang terjadi setiap tahun. Puncaknya terjadi pada 1997-1998, ketika beberaoa negara di wilayah ini diselimuti kabut asap.

Namun begitu, hasil investigasi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Indonesia baru-baru ini menunjukkan bahwa dari sekitar 12 perusahaan yang didapati melakukan pembakaran hutan, delapan diantaranya justru adalah perusahaan asal Malaysia. Atas hasil investigasi ini, pihak berwenang Malaysia sendiri mengaku akan melakukan tindakan tegas kepada perusahaan-perusahaan tersebut.

Krzyzanowski mengatakan, beberapa partikel termasuk zat buangan hasil pembakaran merupakan penyumbang terbesar dalam masalah pernafasan, khususnya bagi anak-anak, kaum tua dan orang-orang sakit. Dia menyebut, banyak kasus terjadi selama periode asap, tapi hari ke hari pencemaran dalam waktu singkat konsentrasinya meningkat.

Orang yang menderita asma lebih potensial untuk diserang dengan tingkat polusi ringan, dan udara kotor juga menyebabkan infeksi saluran pernafasan ? pembunuh terbesar anak-anak pada lebih dari 5 negara berkembang. Orang dengan masalah cardiovascular juga akan mengalami peningkatan risiko.

Polusi dalam ruangan juga menjadi masalah pada negara berkembang Asia, dimana 60 persen hingga 80 persen rumah tangga menggunakan bahan bakar kayu atau batu bara untuk memasak ataupun untuk memanaskan, sesuai dengan laporan Health Effects Institute, Amerika Serikat.

Negara-negara Asia Tenggara telah bekerja untuk menangani isu polusi udara ini dan pekan ini mengumumkan bentuk panel ahli lingkungan untuk memerangi kebakaran hutan.

Bencana ini "sulit untuk dihentikan karena api digunakan dan selalu dimanfaatkan sebagai bagian dari manajemen tanah." Kata Daniel Murdiyarso, dari Center for International Forestry Research di Indonesia. "Penduduk bekerja keras, tapi ini jelas tidak efektif."

Krzyzanowski menyebut, krisis asap pada tahun 1950 di London telah membunuh sekitar 4.000 orang, dan mendorong para pejabat mengimplementasikan strategi penanganan polusi jangka panjang dengan melihat seluruh aspek permasalahan yang ada.

"Kita dapat memetik pelajaran dari berbagai kejadian ini dari Eropa," katanya. (bj)

Tidak ada komentar: