Senin, 24 Desember 2007

BANDUNG MEMBUANG SIA-SIA 2,5 MILYAR PERHARI

Kemacetan lalu lintas di Bandung sudah mencapai taraf yang sangat merugikan. Akibat kemacetan lalu lintas di Bandung, kota ini membuang uang menjadi sia-sia senilai Rp. 2,5 milyar perhari atau hampir Rp. 900 milyar pertahun. Kerugian sebesar itu akibat penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor yang tidak efisien. Kemacetan mengakibatkan waktu tempuh kendaraan bermotor semakin lama, artinya semakin banyak bahan bakar yang digunakan untuk mencapai suatu jarak tertentu.

Hal itu dikemukanan oleh Prof. DR. Ir. Ofyar Tamin, MSc. pakar transportasi dari ITB Bandung dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta 15 Maret 2007. Menurut Prof. Ofyar Tamin kerugian senilai hampir Rp. 900 milyar pertahun itu baru dari segi penggunaan bahan bakar saja. Padahal kemacetan lalulintas perkotaan selain mengakibatkan inefisiensi bahan bakar, tetapi juga menimbulkan pencemaran udara, keletihan dan stress di perjalanan, biaya operasi pemeliharaan kendaraan meningkat dan kerugian immaterial lainnya.

Penelitian lain menunjukkan hal yang hampir sama dengan yang diungkapkan oleh Prof. Ofyar Tamin. DR. Dollaris R. Suhadi dari Swisscontact yang melakukan penelitian di Surabaya memberikan angka yang tidak kalah fantastis. Berdasarkan perhitungannya terhadap debu ”partikulat” (PM10) salah satu pencemar udara perkotaan di Surabaya pada tahun 2005, mendapatkan bahwa kerugian ekonomis akibat PM10 di Surabaya mencapai hampir Rp. 900 milyar pertahun. Angka itu dihitung sebagai biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan penyakit yang ditimbulkan terutama infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), biaya untuk membersihkan properti dan kendaraan dari debu PM10 termasuk untuk pengecatan bangunan dan lain-lain. Untuk kota Jakarta, bahkan angka kerugian akibat PM10 itu konon mencapai hampir Rp. 4 triliun pertahun.

Angka itu baru untuk satu jenis pencemar udara saja. Padahal masih banyak jenis zat pencemar lainnya seperti CO2, SO2, NOx, Ozon, bahkan Pb yang setiap hari kita hirup kedalam paru-paru kita. Gas CO2 yang merupakan komponen utama penyebab gas rumah kaca mempertipis lapisan ozon diatmosfer. Gas rumah kaca diketahui sebagai penyebab utama terjadinya perubahan iklim global. Perubahan iklim sudah sangat dirasakan dewasa ini terutama di Indonesia dengan perubahan pola musim hujan dan musim kemarau, perubahan angin dan gelombang di laut. Khusus untuk zat Pb yang menjadi pencemar udara perkotaan berasal dari bahan bakar bensin yang digunakan. Pb atau timbal yang masuk kedalam darah dapat mengakibatkan penurunan kecerdasan anak. Maka anak-anak yang tinggal di perkotaan dan menghirup udara akan tercemar Pb (timbal). Semua itu adalah akibat pencemaran udara yang terjadi. Pencemaran udara perkotaan terutama diakibatkan oleh sektor transportasi.

Kondisi transportasi perkotaan di kota-kota besar di Indonesia bahkan di negara-negara berkembang di Asia menunjukkan kinerja yang semakin buruk. Berbagai penelitian meemperkirakan bahwa kota-kota besar dan metropolitan di Asia akan mengalami kesulitan yang sangat kompleks dalam 10 sampai 15 tahun mendatang akibat transportasi yang tidak baik. Kerugian itu akan semakin besar bila tidak ada langkah-langkah yang strategis dan konsisten untuk memperbaiki sistim transportasi kota-kota di Indonesia.

Lalu pertanyaannya, apa yang harus kita lakukan untuk memperbaiki itu. Apakah kita hanya akan menunggu saja sampai anak kita tidak lagi bisa sekolah dengan baik karena tercemar timbal Pb, atau kita bersama-sama melakukan sesuatu untuk memperbaiki udara kota kita. Sampai sekarang belum ada udara dalam kemasan yang dapat dibeli. Kaya-miskin, tua-muda menghirup udara kotor yang sama. Do something guys…

Tidak ada komentar: