Warga Menolak PLTS Rancasari
Bandung, Kompas - Sekitar 300 warga yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Tolak PLTSa dan Koalisi Masyarakat Bandung Bermartabat mendatangi DPRD Kota Bandung dan DPRD Jawa Barat, Senin (30/4). Mereka menolak rencana pembangunan PLTS di dekat permukiman.
Warga yang datang dengan menggunakan truk dan sepeda motor ini tiba di Gedung DPRD Kota Bandung sekitar pukul 11.00. Mereka berorasi secara bergantian diiringi tarian. Mereka juga menggelar poster dan spanduk berbagai ukuran yang berisi protes terhadap rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTS).
Koordinator Umum Aliansi Rakyat Tolak PLTSa M Tobroni mengatakan, pembangunan PLTS di dekat permukiman akan merugikan warga sekitar. Masa depan anak-anak di dekat PLTS akan terancam karena polusi yang dihasilkan. "Di sekitar lokasi PLTS terdapat 2.000 keluarga. Mereka semua resah dan mengeluhkan rencana pembangunan PLTS," ujarnya.
Menurut Tobroni, lokasi PLTS di Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, itu hanya berjarak 200 meter dari perumahan Cempaka Arum. Bahkan, Kampung Babakan Sayang, Desa Cibiru Hilir, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, hanya berjarak 50 meter.
"Ini bukan masalah kami takut digusur, melainkan kami khawatir akan masa depan anak-anak kami. Di Perumahan Cempaka Arum banyak anak-anak berusia 3-5 tahun. Bayangkan kalau mereka harus hidup di dekat pabrik sampah," ujar Rena (38), warga Perumahan Cempaka Arum RT 04 RW 09 yang ikut berunjuk rasa.
Pengunjuk rasa menilai DPRD Kota Bandung tidak memihak rakyat. Sebaliknya, mereka justru cenderung mendukung kebijakan Wali Kota Bandung untuk membangun PLTS. Padahal, kebijakan ini merugikan rakyat.
Koordinator Koalisi Masyarakat Bandung Bermartabat (KMBB) Rahmat Jabaril mengatakan, Wali Kota Bandung Dada Rosada tidak pantas mencalonkan lagi menjadi Wali Kota Bandung.
Setelah sekitar 30 menit berorasi, Ketua DPRD Kota Bandung Husni Muttaqin mengatakan, "Semua aspirasi pengunjuk rasa akan disampaikan kepada Dada Rosada dalam rapat pembahasan laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Wali Kota Bandung," kata Husni. Ke ITB
Pengunjuk rasa kemudian bergerak ke ITB guna meminta kejelasan hasil studi kelayakan. Sempat terjadi debat saat pengunjuk rasa mendesak Ketua Tim Studi Kelayakan PLTS Ari Darmawan Pasek menjelaskan hasil kerjanya di atas truk dengan pengeras suara.
Ari menjelaskan, dia memang mendapat tugas dari Rektor ITB untuk mengadakan studi kelayakan PLTS. "Maksudnya adalah untuk membantu masyarakat Bandung menyelesaikan masalah sampah tanpa mengorbankan yang lain. Di dalam studi kelayakan ini kami menetapkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu teknologi untuk melindungi masyarakat dan lingkungan sekitarnya," kata Ari. (MHF) Rencana PLTS Kota Bandung
Teknologi pembangkit listrik tenaga sampah (PLTS) yang dikembangkan ialah waste to energy (WTE). Prinsip teknologi ini adalah memanfaatkan energi yang dihasilkan dari pembakaran sampah dalam insinerator untuk menghasilkan listrik. Adapun hasil residu, seperti arang dan abu sisa pembakaran, digunakan sebagai pupuk, dan bahan bangunan.
Bahan bakar PLTS berasal dari sampah Kota Bandung yang diperkirakan mencapai 7.500 meter kubik per hari. Sampah sebanyak ini jika diproses dalam PLTS dapat menghasilkan listrik sekitar 10 MW.
Namun, rencana pembangunan PLTS dihadang sejumlah masalah. Masalah utama adalah besarnya biaya membangun pembangkit ini, yakni mencapai Rp 11 miliar per MW. Jika PLTS nanti kapasitasnya 30 MW, berarti biaya yang dibutuhkan Rp 330 miliar.
Masalah lainnya adalah teknologi PLTS dikhawatirkan menjadi sumber pencemar udara baru. Kondisi geografis Bandung yang membentuk cekungan membuat sirkulasi udara menjadi lambat. Polutan PLTS nantinya berputar-putar di atas Kota Bandung. (VID/Litbang Kompas)
Jumat, 21 Desember 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar