Senin, 24 Desember 2007

Pencemaran Udara Turunkan Kualitas Otak Anak dan Dewasa

Oleh: Muliarta dari Stuttgart
  
Organisasi PBB di Bidang Kesehatan mengungkap hampir delapan ratus ribu warga
dunia tewas karena pencemaran udara. Dari jumlah itu, lima ratus ribu lebih
yang meninggal berasal dari negara – negara Asia. Lalu bagaimana di Indonesia?

Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan Semarang tak lagi jadi
tempat sehat untuk membesarkan anak Anda. Sebabnya, pencemaran udara. Di
Indonesia, masalah ini memang belum ditangani secara baik. Data Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas yang baru dirilis menyebutkan,
berbagai kasus penyakit, seperti jantung, infeksi saluran pernapasan, asma dan
angka kematian bayi ikut meningkat karena pencemaran udara.

Macam pencemaran udara ini beragam. Mulai dari polusi kendaraan, asap buangan
pabrik, asap rokok sampai kabut asap akibat pembakaran hutan di Sumatera dan
Kalimantan beberapa waktu lalu. Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan
Surabaya mencatat angka pencemaran udara tertinggi akibat polusi asap kendaraan
bermotor.

Pemerintah Kurang Serius

Pemerintah pusat dan daerah dinilai tak serius mengatasi masalah pencemaran
udara. Kepala Sub Direktorat Pengelolaan Lingkungan Hidup, Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional Medrilzam. Tahun 1998, di Jakarta tercatat tiga ribu lebih
angka kematian anak.

”Di Indonesia sendiri memang bisa dibilang kalau kita belum mencatat langsung
berapa korban meninggal akibat kasus pencemaran udara. Tapi penyakit terkait
pencemaran udara merupakan penyakit yang tertinggi. Kasusnya hampir terjadi di
kota-kota besar di Indonesia. Jadi 45 – 50 persen itu penyakit yang berhubungan
dengan pencemaran udara. Jadi ISPA penyakit saluran pernapasan atas rangenya
tertinggi.”

Medrilzam menambahkan, pencemaran udara seperti asap buang kendaraan, bisa
menurunkan kualitas otak atau IQ anak-anak.

Kritik WHO

Organisasi Kesehatan Dunia WHO sempat meminta pemerintah di negara-negara
Asia berusaha keras mewujudkan udara bersih. Penasihat Regional Asia WHO bidang
lingkungan hidup dan kesehatan Michael Krzyzanowski mengatakan, setiap tahun
hampir 500 ribu warga di Asia meninggal akibat penyakit yang disebabkan
pencemaran udara.
Lepas dari laporan WHO, pemerintah terus berupaya mengurangi pencemaran
udara. Misalnya, dengan mengembangkan bahan bakar bio energi untuk menggantikan
peran bahan bakar fosil seperti bensin. Tak lama, Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta pun menerbitkan Perda Pengendalian Pencemaran Udara. Setelah Pemda DKI,
giliran pemerintah pusat yang akan merumuskan pengendalian pencemaran udara
menjadi Undang-Undang. Asisten Deputi Urusan Emisi Kendaraan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Ridwan D. Tamin.

"Kalau kita tidak tanggung-tangung, tahun depan kita akan mengajukan dan
sudah disampaikan juga ke BAQ kita langsung aja keluarkan kalau udara perlu ada
Undang-undangnya. Kenapa ? karena udara sumbernya ada dari Industri, mobil, ada
dari asap, kebakaran hutan, kulkas. Ini banyak sekali pemain atau pelaku-pelaku
dilapangan. Tidak seperti negara lain seperti Philipina dan Amerika Serikat.
Dia sudah ada undang-undang soal udara. PP kita aja tidak kuat untuk menangani
itu."

Upaya Pemerintah

Di Jakarta, Pemerintah Provinsi masih kebingungan mengatasi masalah
pencemaran udara. Padahal sejumlah larangan dibuat untuk mengendalikan
pencemaran udara di Jakarta. Kasubdit Pengendalian Pencemaran Udara Jakarta
Yosiono Supalal mengatakan, pengendalian pencemaran udara di Jakarta butuh
waktu lama.

"Dalam arti untuk bisa menerapkan perda seratus persen dalam waktu yang
singkat cukup berat. Tapi kalau melihatnya dalam rentang waktu satu tahun
kemudian kita lihat evaluasinya dalam waktu lima tahun itu akan bisa kelihatan
bagaimana trend yang sudah dilakukan karena udara bukan hal yang bisa terlihat
dalam jangka pendek seperti banjir."

Di antara aturan-aturan yang sudah dibuat pemerintah, pemerintah Jakarta
sudah menetapkan kawasan bebas rokok dan uji emisi kendaraan. Namun pembatasan
jumlah kendaraan belum bisa dilaksanakan di Jakarta. Kata Yosiono, sulit
mengubah kebiasaan warga untuk mengikuti ketentuan dalam Peraturan Daerah
tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Harus Konsisten

Sejumlah LSM menilai, pemerintah pusat dan daerah tidak konsisten menangani
masalah pencemaran udara. Pemerintah DKI Jakarta misalnya, kerap mengeluarkan
sejumlah peraturan yang justru saling bertentangan. Sekjen Kaukus Lingkungan
Hidup Jakarta Dede Nurdin Sadat mengatakan, pemerintah harusnya membatasi
jumlah kendaraan bermotor, bukan menebang kawasan hijau untuk memperlebar jalan
di Jakarta. Pemerintah juga dinilai gagal mengajak masyarakat untuk
mengendalikan pencemaran udara.

"Ini terkait dengan masalah konsistensi. Pengendalian pencemaran polusi
kendaraan bermotor misalnya. Itu bisa dibarengi dengan publik transport. Dalam
kenyataannya pelaksanaan tidak konsisten bahkan diselengi kebijakan-kebijakan
yang kontra produksif."

Teknologi untuk Mendeteksi Polusi

Untuk mengatasi pencemaran udara, dibutuhkan alat khusus pemantau kadar
polusi. Namun alat untuk pengukuran itu justru diperoleh dengan cara berhutang.
Artinya menurut, Firdaus Cahyo dari Wahana Lingkungan Hidup Jakarta, program
pengendalian udara bersifat elitis minim pemberdayaan masyarakat. Firdaus
mengatakannya saat Lokakarya Internasional Better Air Quality 2006 di
Yogyakarta pekan lalu.

"Yang disinyalir oleh teman-teman Walhi bahwa pertemuan sangat kentara
sekali. Bahwa dalam pembukan jelas sekali kalau menteri negara lingkungan hidup
dalam opening speech-nya mengatakan dia seakan-akan meminta dana dari world
bank untuk mengatasi polusi udara di Indonesia. Kemudian pada saat plenary nya
itu ada slot yang dikasikan bappenas untuk mempromosikan proyek urban air
quality yang akan didanai oleh dana utang ADB."

Kini kesehatan warga terus dipertaruhkan dengan pencemaran udara. Sementara
protes mengenai buruknya penanganan pengendalian pencemaran udara pun
berlangsung di Jakarta dan Yogyakarta, setelah Gubernur DKI Sutiyoso
dianugrahkan penghargaan Pengendalian Kualitas Udara lewat proyek busway
berbahan bakar gas.

Tidak ada komentar: