Dikirim oleh: santoso pada 02 Feb, 2005 - 10:28 AM
Penggunaan dan pemanfaatan air, khususnya air tanah di Cekungan Bandung, masih boros. Hanya sekali pakai, air itu langsung dibuang. Padahal di negara lain, dengan menggunakan teknologi, air yang telah dipakai bisa digunakan berkali-kali (reuse) sehingga lebih efisien.
"Saya kira sudah saatnya kita budayakan penggunaan air seperti itu, terutama di industri-industri yang selama ini menggunakan air tanah paling besar", ungkap Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, Ade Suhanda Adnawidjaja, di sela-sela acara International Research Meeting di Hotel Malya, Ciumbuleuit, Senin (31/1).
Di Jawa Barat memang telah ada industri yang melakukan reuse air, namun jumlahnya masih sedikit. Untuk itu dia berharap semakin banyak industri yang melakukannya mengingat air tanah di Jawa Barat, khususnya di Cekungan Bandung, sudah menurun drastis.
Ke depan para pengguna air rumah tangga pun bisa melakukan hal yang sama. "Memang tidak mudah mengingat budaya kita tidak biasa melakukannya. Namun ke depan harus dilakukan karena air makin berkurang," katanya.
Lingkungan Rusak.
Djelaskan Ade, secara geologis air tanah di Jawa Barat, khususnya di Cekungan Bandung, sudah turun drastis akibat penyedotan air tanah yang kurang terkendali. Kondisi ini diperparah oleh rusaknya lingkungan sehingga terjadi penurunan air tanah cukup signifikan.
Pernyataan serupa dikemukakan Kasubdit Geologi Lingkungan Regional dan Perkotaan, Direktorat Geologi, Hardoyo Rajiyowiryono. Menurutnya, dari potensi cekungan air tanah (CAT) Bandung-Soreang 795 juta m3/tahun air tanah bebas (dangkal), hanya 117 m3/tahun saja yang menjadi air tanah dalam. Di CAT Lembang, dari 164 juta m3/tahun air tanah dangkal yang menjadi air tanah dalam hanya 16 juta m3/tahun. Dan CAT Batujajar, dari 66 juta m3/tahun air tanah dangkal, yang jadi air tanah dalam hanya 1 juta m3/tahun.
Akibat pemanfaatan lahan dan terjadinya kerusakan alam, air permukaan menjadi lebih besar daripada yang terserap ke air tanah dalam. Sehingga pada musim hujan akan terjadi banjir begitu juga pada musim kemarau akan terjadi kekeringan.
Catatan: Sumber : (Harian Umum Pikiran Rakyat, Selasa 1 Februari 2005, Halaman 3).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar