BANDUNG, (PR).-
Selama 310 hari atau 85% dari 365 hari dalam setahun, kualitas udara di Kota Bandung tergolong buruk karena berada di atas baku mutu. Data itu diperoleh dari stasiun pemantau otomatis yang digunakan untuk menghitung indeks standar pencemar udara (ISPU).
Demikian dikatakan Ketua Harian Western Java Environmental Management Project (WJEMP) Prov. Jabar yang juga pakar lingkungan dari Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar Dr. Setiawan Wangsaatmaja saat "Lokakarya III West Java Province Environmental Strategy (WJPES) WJEMP" di Hotel Jayakarta Dago, Selasa (26/10). "Udara di Kota Bandung hanya 55 hari dalam setahun yang masuk kategori sehat," katanya.
Setiawan menegaskan pencemaran udara itu semakin hari cenderung memburuk dan kian berada di atas baku mutu udara yang diatur dalam PP No. 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. "Baku mutu itu didasarkan 10 paremater seperti kadar timbal, karbon monoksida dan sebagainya."
Buruknya kualitas udara itu, lanjutnya, sangat membahayakan kesehatan warga. "Bila tidak bisa dikendalikan, jumlah penderita penyakit pernapasan, hipertensi, penurunan IQ dll., dipastikan terus meningkat," ujar Setiawan.
Ketua Tim Penyusun Strategi WJPES WJEMP yang juga Kepala Pusat Penelitian Teknologi Tepat Guna Unpad Dr.Supriyo Ambar, mengatakan sejak akhir 2000 kualitas udara di Kota Bandung terus turun secara drastis. "Pertambahan penduduk yang berimplikasi pada semakin banyaknya kendaraan bermotor, merupakan penyebab utama hal itu," katanya.
Wakil Ketua Local Program Support Unit Western Java Enviromental Management Project (LPSU WJEMP) Kota Bandung yang juga Kepala Subbidang Lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kota Bandung, Sumpena, mengatakan bahan bakar bebas timbal harus segera diberlakukan di Kota Bandung. "Bahan bakar bagi kendaraan bermotor pada lalu lintas di Kota Bandung yang sangat padat harus ramah lingkungan," katanya.
Sumpena mengatakan Pemkot Bandung sebenarnya berharap pada 2005 mendatang, bahan bakar bebas timbal sudah diberlakukan di Kota Bandung. "Namun, permasalahannya, Pertamina di Balongan sebagai pemasok bahan bakar diperkirakan baru siap pada 2006 mendatang."
Oleh karena itu, Sumpena mengatakan pemerintah pusat harus segera mengambil kebijakan untuk memasok bahan bakar bebas timbal ke Kota Bandung. "Saya heran kenapa di daerah yang lalu lintasnya tidak padat, seperti di Papua, pemerintah pusat justru sudah mengambil kebijakan untuk memasok bahan bakar bebas timbal."(A-129)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar