Senin, 24 Desember 2007

Penghancuran Lingkungan Berlanjut

Ancaman pemanasan global telah menjadi isu internasional, tetapi di Indonesia penghancuran lingkungan terus terjadi. Peramabahan hutan dan perusakan ekosistem pesisir terus berlanjut, sementara reboisasi yang dilakukan berjalan sangat lambat.
Pemantauan kompas disejumlah daerah dalam sepekan terakhir menunjukan, di Kalimantan Timur, Misalnya, perambahan Hutan sangat mencolok ditaman nasional Kutai, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Ratusan orang menebangi hutan, meratakan tanah, dan kemudian membakar serasahnya dengan alasan untuk perladangan.
Di Kalimantan Barat, cagar alam Mandor yang sebelumnya sudah rusak parah akibat perambahan kini makin hancur akibat penambangan emas tanpa izin. Dikawasan itu setidaknya ada 12 kelompok penambang yang setiap hari melubang tanah dan melarutkan air raksa untuk proses penyatuan butiran emas.
Perambahan hutan juga masih terjadi di Taman Nasional Betung Kerihun dan Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat, yang mesti dilindungi.
Di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, perusakan lingkungan itu masih terjadi, baik oleh praktik pembalakan liar maupun penambangan ilegal. Disepanjang sisi kanan kiri jalan penghubung Palangkaraya-Buntok, misalnya, sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah semak belukar.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalteng menacatat, kerusakan hutan di Kalteng setiap tahun mencapai 255.918 hektar (ha). Sementara itu, badan pengelola daerah aliran sungai Kahayan mencatat, dari 4,7 ha lahan kritis diwilayah kerjanya, baru 60.000-70.000 ha yang dapat direboisasi sejak tahun 2004.
Secara nasional, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar menyebut angka kerusakan hutan dan lahan di Indonesia sudah mencapai 59,2 juta ha (2006), dengan laju kerusakan 1,19 juta ha per tahun.
"Tren Deforestasi (perusakan hutan) memang menurun setiap tahun dalam 6 tahun terakhir, tetapi itu lebih disebabkan hutan yang kian habis,"katanya.
Menurut Rachmat, selain deforestasi, kerusakan lahan dan hutan juga disebabkan konversi lahan yang diperkotaan juga memprihatinkan. "Tata ruang tak diperhatikan lagi."katanya.
Mengutip data Departemen Kehutanan, Rachmat menyatakan, tahun 2002-2003 luas lahan berhutan di Indonesia masih 92,9 juta ha. Akan tetapi, pada tahun 2005 tinggal 70,8 juta ha.
Pemberian kewenangan kepada daerah untuk mengeluarkan izin konsesi hutan hingga 100 ha diyakini Rachmat sebagai salah satu penyebab makin hancurnya hutan Indonesia."Atas nama pendapatan asli daerah, lingkungan sering dikorbankan. Pembangunan wilayah Kabupaten atau Kota menunjukan maraknya ahli fungsi lahan," kata Rachmat.
Salah satu contoh adalah konversi lahan dikawasan Bandung Utara, Jawa Barat, yang mengubah kawasan peresapan menjadi permukiman elite.
Pesisir juga Hancur
Selain kawasan hutan, penghancuran lingkungan juga terjadi dikawasan pesisir. Di Jawa Timur, misalnya, dari 53.000ha hutan Mangrove yang ada, 13.000 ha rusak berat. Selain untuk membuka tambak banyak areal Mangrovea yang rusak akibat tercemar limbah industri. Salah satu contoh yang nyata adalah kondisi hutan Mangrove dimuara Bengawan Solo yang kini tersisa 250-an ha. Itupun kondisinya memprihatinkan.
Abrasi pantai, endapan lumpur, dan pencemaran juga menimpa hampir sepanjang pantai Utara Jawa Barat-Jawa Tengah, dari Indramayu, Cirebon, hingga Tegal dan Pekalongan.
Di Kalimantan Barat, dari 850 mil panjang pantainya, 40 persen diperkirakan hancur. Di Kalimantan Timur, 370.000ha lebih hutan bakau sudah dikonversi menjadi tambak udang. Saat ini, menurut catatan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda), hutan bakau yang tersisa tinggal 512.000 ha. Secara nasioanal, Departemen pekerjaan umum mencatat, 40% dari panjang pantai Indonesia yang totalnya 30.000 km saat ini dalam kondisi rusak.Untuk merahabilitasi seluruh pantai, kata Direktur Sumber Daya Air Departemen PU Iwan Nusyirwan, pihaknya kekurangan dana.
Dalam rencana strategis Departemen PU 2004-2009, misalnya, Pemrintah hanya menargetkan untuk penanganan bibit pantai sepanjang 250km, sedangkan tahun 2007 anggaran yang tersedia bahkan hanya cukup untuk merahabilitasi 70 km bibir pantai.

Tidak ada komentar: