Senin, 24 Desember 2007

Degradasi Fungsi Hutan Memprihatinkan

DISHUT JABAR GELAR JURUSSTRATEGIS

“Hutan Jawa Barat mengalami degradasi fungsi yangserius dan dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Kondisi ini, berdampakpada penurunan kualitas lingkungan reginal secara keseluruhan,” ujar kepalaDinas Kehutanan Jawa Barat, Anang Sudarna.

Kegiatan pembangunan merupakan upaya manusia untuk mendayagunakan sumberdaya hutan dan lingkungan hidup demi meningkatkan taraf hidup. Demikian cepatnya perkembangan peradaban umat manusia, terutama karena didukung oleh kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sampailah pada suatu taraf budaya, dimana menganggap bahwa dirinya mampu memanipulasi alam dan lingkungan hidup yang sangat merugikan umat manusia itu sendiri, seperti terjadinya banjir, erosi, kekeringan, pencemaran, kerusakan alam, pemborosan sumberdaya alam dan sebagainya.

Berbagai perusakan dan masalah lingkungan tersebut, karena keputusan untuk melakukan pembangunan hanyadidasarkan pada kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup dan kemajuan ekonomi semata.Keputusan itu mengabaikan fungsi lingkungan hidup sebagai ruang tempat kehidupan dan penghidupan manusia. Lingkungan sebagai sumberdaya, baik hayati maupun non hayati yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Oleh karena itu, setiap pemanfaatan dan pendayagunaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup harus didasarkan pada daya guna dan hasil guna yang optimal dalam batas-batas kelestariannya yang mungkin dapat dicapai. Daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumberdaya alam lainnya yang berkaitan dengan ekosistem.

Kepala Dinas Kehutanan Jawa Barat ,Anang Sudarna, pada MD menyebutkan, bahwa perlu adanya perubahan paradigma pengelolaan sumberdaya alam, khususnya sumberdaya hutan dari pengelolaan berbasis kayu menjadi berbasis sumberdaya, bahkan berbasis ekosistem. Pergeseran tahta pemerintahan dari govermentcentris menjadi public-private community participation. Sistem pelayanan dari birokratis normatif menjadi profesional responsif-fleksibelnetral serta perumusan dan penentuan kebijakan, program dan kegiatan dari top down menjadi bottom up dan partisipatif. Paradigma dan tata nilai baru, perlu menjadi acuan dalam penetapan kebijakan, strategi, program dan kegiatan.

Menurut Anang, propinsi jabar sebagai penyangga Ibu Kota Negara dengan luas daratan sekitar 3,5 juta Ha lebih, memiliki sumberdaya hutan seluas 8,16 ribu Ha lebih (22,97 %) dari luasdaratan. Berdasarkan fungsi sumberdaya hutan tersebut, seluas 393,117 Ha berupa hutan produksi, 219.306 Ha hutan lindung dan 132.180 Ha hutan konservasi.Dilihat dari komposisi luasannya, sebagian besar hutan di Jabar, pemanfaatannya lebih dititik beratkan pada fungsi perlindungan dan konservasi. Kondisi ini sejalan dengan kondisi alam jabar yang memiliki topografi berat dengan curah hujan rata-rata tahunan yang cukup tinggi serta jenis tanah yang peka terhadaperosi.

Anang mengakui, peran dan fungsisumberdaya hutan yang sangat strategis itu, mulai terganggu sejak krisis ekonomi dan moneter menerjang negeri ini. Penebangan hutan secara liar terjadi disemua kawasan hutan. Oleh karenanya, dalam waktu yang relatif singkat, hutan Jabar mengalami degradasi fungsi yang serius dan dalam kondisi yang memprihatinkan. Kondisi ini pada akhirnya, akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan regional secara keseluruhan, ungkap Anang.

Pembangunan kehutanan kedepan,tambahnya, merupakan era rehabilitasi dan konservasi yang di fokuskan untuk mengatasi permasalahan kerusakkan lingkungan hidup yang berimplikasi pada penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan. “Melihat kondisi itu, kami sangat berharap semua komponen masyarakat di Jabar dan pelestarianya,” pintaAnang.

Pemerintah pusat dan daerah, jelasnya, telah dan akan terus melakukan berbagai upaya strategis dan sistematis untuk menangani permasalahan di bidang kehutanan, seperti rehabilitasi hutan, pengaturan kembali tata ruang wilayah propinsi, pengamanan kawasan hutan untuk tujuan non kehutanan. Jawa Barat dinilai relativ berhasil dalam program gerakan rehabilitasi lahan kritis ( GRLK ). Karena di wilayah ini lahan kritis telah jauh berkurang yang semula tercatat seluas 580.000 Ha ( datatahun 2003 ) kini masih sekitar 300.000 Ha. Kendati begitu, Gubernur Jabar, Danny Setiawan sempat pesimis penangan lahan kritis ini akan berhasil, juka hanya mengandalkan pemerintah.

“Jika dilihat dari luas lahan kritis, sulit sekali kalau hanya mengandalkan pemerintah untuk pemeliharaan.Untuk itu kami mengajak semua pihak berpartisipasi aktif dalam GRLK,” pinta Danny Setiawan pada peringatan Hari Air Sedunia di Bogor beberapa waktu lalu.

Tidak ada komentar: