Senin, 24 Desember 2007

PENATAAN WILAYAH PASCA GEMPA TSUNAMI DI JAWA BARAT



Upaya Penataan Wilayah Pasca Gempa Tektonik Dan Tsunami Jawa Barat
Tanggal: Tuesday, 15 August 2006
Topik: Geologi


UPAYA PENATAAN WILAYAH
PASCA GEMPA TEKTONIK DAN TSUNAMI JAWA BARAT


A. Pendahuluan

Jawa Barat merupakan Provinsi dengan fenomena alam gempa bumi, tsunami, longsor, dan letusan gunung berapi yang cukup besar, seperti juga provinsi lainnya yang ada di Pulau Jawa. Seperti terjadi pada bulan Juli 2006, gempa bumi yang diikuti gelombang tsunami menerjang Pulau Jawa bagian selatan. Beberapa daerah dilaporkan terkena gelombang tsunami seperti di Pantai Pengandaraan, Ciamis-Jawa Barat, Pantai Ayah, Kebumen-Jawa Tengah, dan Pantai Samas, Yogyakarta. Akibat tsunami ini, selain merusakkan sejumlah bangunan juga dilaporkan telah mengakibatkan korban jiwa.

Untuk menghindarkan kerugian material maupun moril akibat dari bencana alam terulang lagi, dalam upaya rehabilitasi wilayah Pangandaran dan sekitarnya, pengenalan terhadap karakteristik fenomena alam tersebut perlu dipahami betul. Karakteristik fenomena alam ini sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun tata ruang yang merupakan acuan dalam pembangunan infrastruktur wilayah maupun penerbitan izin mendirikan bangunan oleh kabupaten.



B. Karaktertistik Fenomena Alam

Gempa bumi
Gempa bumi merupakan fenomena alam yang sudah tidak asing lagi bagi kita semua, karena seringkali diberitakan adanya suatu wilayah dilanda gempa bumi, baik yang ringan maupun yang sangat dahsyat, menelan banyak korban jiwa dan harta, meruntuhkan bangunan2 dan fasilitas umum lainnya.
Gempa bumi disebabkan oleh adanya pelepasan energi regangan elastis batuan pada litosfir. Semakin besar energi yang dilepas semakin kuat gempa yang terjadi. Terdapat dua teori yang menyatakan proses terjadinya atau asal mula gempa yaitu pergeseran sesar dan teori kekenyalan elastis. Gerak tiba2 sepanjang sesar merupakan penyebab yang sering terjadi. Klasifikasi gempa bumi secara umum berdasarkan sumber kejadian gempa (R.Hoernes, 1878):

Jenis-jenis gempa :
Gempa bumi runtuhan yaitu gempa yang terjadi karena runtuhan dari lubang-lubang interior bumi misalnya akibat runtuhnya tambang/batuan yang menimbulkan gempa.
Gempa bumi vulkanik yaitu gempa akibat aktivitas gunung api.
Gempa bumi tektonik yaitu gempa sebagai akibat lepasnya sejumlah energi pada saat bergerak.
Sedangkan menurut Fowler, 1990 mengklasifikasikan gempa berdasarkan kedalaman fokus sebagai berikut:
• Gempa dangkal : kurang dari 70 km
• Gempa menengah : kurang dari 300 km
• Gempa dalam : lebih dari 300 km (kadang-kadang > 450 km)

Tsunami

Tsunami dapat dideskripsikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh suatu gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut, akibatnya timbul gaya impulsif yang bersifat sementara (transien). Selain bersifat transien, tsunami juga bersifat nondispersive, artinya kecepatan fasa gelombang tidak bergantung pada panjang gelombang. Tsunami mempunyai panjang gelombang yang besar sampai 100 km, lintasan partikel berbentuk elips dengan amplitudo lebih kurang 5 m. kecepatan rambat gelombang tsunami di laut dalam mencapai antara 500 m sampai 1000 km/jam. Kecepatan ini tergantung dari kedalaman laut dan penjalarannya mencapai ribuan kilometer.
Tsunami ditimbulkan oleh adanya deformasi (perubahan bentuk) pada dasar lautan, terutama perubahan permukaan dasar lautan dalam arah vertikal. Perubahan pada dasar lautan tersebut akan diikuti dengan perubahan permukaan lautan, yang mengakibatkan timbulnya penjalaran gelombang air laut secara serentak tersebar keseluruh penjuru mata-angin. Kecepatan rambat penjalaran tsunami di sumbernya bisa mencapai ratusan hingga ribuan km/jam, dan berkurang pada sa’at menuju pantai, dimana kedalaman laut semakin dangkal. Walaupun tinggi gelombang tsunami disumbernya kurang dari satu meter, tetapi pada saat menghepas pantai, tinggi gelombang tsunami bisa mencapai lebih dari 5 meter. Hal ini disebabkan berkurangnya kecepatan merambat gelombang tsunami karena semakin dangkalnya kedalaman laut menuju pantai, tetapi tinggi gelombangnya menjadi lebih besar, karena harus sesuai dengan hukum kekekalan energi.
Penelitian menunjukkan bahwa tsunami dapat timbul bila kondisi tersebut dibawah ini terpenuhi :
a. Gempabumi dengan pusat di tengah lautan.
b. Gempabumi dengan magnitude lebih besar dari 6.0 skala Ricter
c. Gempabumi dengan pusat gempa dangkal, kurang dari 33 Km
d. Gempa bumi dengan pola mekanisme dominan adalah sesar naik atau sesar turun
e. Lokasi sesar (rupture area) di lautan yang dalam (kolom air dalam).
f. Morfologi (bentuk) pantai biasanya pantai terbuka dan landai atau berbentuk teluk.

C. Pemetaan Dampak Tsunami Pangandaran dan sekitarnya

Bila melihat sejarah, zona subduksi Jawa memiliki potensi magnitude lebih rendah dibandingkan dengan zona subduksi Sumatera yang rata-rata di atas 8 skala Richter (SR). Sedangkan waktu terjadinya gempa pun di Jawa lebih kecil dibandingkan Sumatera."Selain itu lempeng Jawa pun sudah tua, berusia di atas 150 juta tahun. Gerakan tektoniknya pun berat sehingga tidak terlalu menekan ke arah Pulau Jawa. (Danny Hilman Natawijaya, Pakar geoteknologi dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI))

Sejarah gempa di Pulau Jawa yang dimiliki LIPI hanya untuk rentang waktu 1840-2000. Pada 20 Oktober 1859 terjadi gempa di Pacitan dengan perkiraan di atas 7 SR. Sedangkan 10 Juni 1867 terjadi gempa di Yogyakarta yang menewaskan 500 orang lebih. Pusat gempa diperkirakan sama dengan gempa yang terjadi di Yogyakarta, Mei 2006 lalu. Namun magnitude pada 1867 lebih besar dengan perkiraan 8 SR dibandingkan pada 2006 yang hanya 6,3 SR. Sementara itu pada 11 September 1921 terjadi gempa yang pusatnya berdekatan dengan pusat gempa di Pangandaran awal pekan ini. (Mor/OL-02).

Dari data seismik yang dikeluarkan oleh USGS, menunjukkan kejadian gempa di Jawa Barat Selatan dari tahun 1900 – 2002 rata-rata terjadi dengan magnitudo diatas 6 SR dan kedalaman kurang dari 70 km atau termasuk kategori gempa bumi dangkal.

Sumber : http//earthquake.usgs.gov/eqinthenews/2004






Wilayah yang Terkena Dampak Tsunami Jawa Selatan



Dari pengamatan lapangan dapat digambarkan pelamparan dan tinggi gelombang tsunami, kondisi morfologi, dan keberadaan vegetasi di wilayah Pangandaran dan sekitarnya sebagai berikut :

Pelamparan Gelombang Tsunami
Pelamparan gelombang tsunami di wilayah Pangandaran dan sekitarnya berkisar antara 50 – 500 meter dari pantai, tergantung ketinggian tempat, morfologi dan kerapatan vegetasi.Wilayah dengan elevasi 0-6 meter, morfologi landai dan kerapatan vegetasi yang rendah jarak pelamparan gelombang tsunami mencapai 200-500 meter. Karakteristik ini teridentifikasi di wilayah: Pantai Barat dan Timur Pangandaran, Sidamulih, Parigi, Cijulang, Cimerak, Kalapagenep, Cikalong dan Cipatujah.
Pelamparan gelombang tsunami terjauh terjadi di Pantai Pangandaran dan Dusun Cidadap (Cimerak), mencapai 400 meter dari bibir pantai. Pelamparan gelombang tsunami terdekat terjadi di Pantai Batukaras (Cijulang) dan Pantai Cikalong, mencapai 50 meter dari bibir pantai.

Tinggi Tsunami
Tinggi gelombang tsunami yang teridentifikasi bervariasi berdasarkan jarak/radius dari pusat gempa (epicentrum). Tinggi gelombang tsunami mencapai 2 – 4 meter. Tinggi gelombang tsunami tertinggi terjadi di sebagian wilayah Pantai Pangandaran, Cijulang, Cikalong dan Pantai Cipatujah, mencapai 4 meter. Tinggi gelombang tsunami terendah terjadi di sebagian wilayah Pantai Cimerak, mencapai 2 meter.

Morfologi Pantai
Variasi pengaruh kekuatan gelombang tsunami dan jarak pelamparan gelombang tsunami dipengaruhi oleh morfologi wilayah pantai. Sebagian wilayah Pantai Pangandaran yang bermorfologi daratan yang menjorok ke laut (tanjung) yaitu blok pananjung terkena pengaruh terkuat gelombang tsunami. Wilayah dengan morfologi curam terkena pengaruh gelombang tsunami terendah.

Vegetasi
Vegetasi teridentifikasi yang dapat bertahan dari gelombang tsunami adalah: Kelapa, Katapang, Nipah. Vegetasi tersebut dapat mengurangi kekuatan gelombang tsunami. Kerapatan vegetasi juga teridentifikasi dapat mengurangi pengaruh kekuatan gelombang tsunami. Wilayah Pantai Batukaras yang mempunyai kerapatan vegetasi nipah yang tinggi, mempunyai resistensi terhadap kekuatan gelombang tsunami yang cukup tinggi.

Karakteristik pelamparan gelombang dan tinggi gelombang gelombang tsunami hubungannya dengan morfologi dan elevasi pada setiap wilayah pengamatan diuraikan sebagai berikut :

Lokasi Pengamatan Pantai Cipatujah, Kab. Tasikmalaya

1. Kondisi Pengamatan
a. Morfologi pantai :
- Elevasi : 0 – 6 m dpl
- Tipologi pantai : landai terbuka
b. Pola lahan :
- Perkebunan Kelapa dan Nipah (Dominan)
- Pemukiman
- Muara Sungai
2. Tingkat kerusakan :
Sedang – berat (kerusakan berat terutama untuk bangunan semi permanen dekat garis pantai)
3. Pelamparan gelombang tsunami :
- Jarak lampar mencapai 400 m dari garis pantai
- Tinggi gelombang tsunami mencapai 2 – 4 m

Lokasi Pengamatan Pantai Burujul (Kalapagenep) Kab. Tasikmalaya

1. Kondisi Pengamatan
a. Morfologi pantai :
- Elevasi : 0 – 23 m dpl
- Tipologi pantai : landai terbuka dan curam
b. Pola lahan :
- Perkebunan Kelapa (Dominan)
- Pemukiman
- Sawah tadah hujan
- Padang rumput
2. Tingkat kerusakan :
Sedang (untuk bangunan dengan struktur semi permanen dekat garis pantai)
3. Pelamparan gelombang tsunami :
- Jarak lampar mencapai 200 m dari garis pantai
- Tinggi gelombang tsunami mencapai 2 m


Wilayah Pengamatan Pantai Cipeuteuy (Legokjawa) Kab. Tasikmalaya

1. Kondisi Pengamatan
a. Morfologi pantai :
- Elevasi : 0 – 17 m dpl
- Tipologi pantai : landai terbuka dan curam
b. Pola lahan :
- Perkebunan Kelapa dan Pandan Laut (Dominan)
- Padang rumput
- Pemukiman
- Muara Sungai
2. Tingkat kerusakan :
Sedang – berat (untuk bangunan dengan struktur semi permanen dekat garis pantai)
3. Pelamparan gelombang tsunami :
- Jarak lampar mencapai 200 m dari garis pantai
- Tinggi gelombang tsunami mencapai 2 m



Wilayah Pengamatan Pantai Batuhiu Kab. Ciamis

1. Kondisi Pengamatan
a. Morfologi pantai :
- Elevasi : 0 – 17 m dpl
- Tipologi pantai : landai terbuka dan curam
b. Pola lahan :
- Sawah tadah hujan (Dominan)
- Perkebunan Kelapa dan Nipah
- Pemukiman
2. Tingkat kerusakan :
- Sedang – berat (sawah dan bangunan)
- Sebagian besar lahan pesawahan kering dan rusak
3. Pelamparan gelombang tsunami :
- Jarak lampar mencapai 100 - 500 m dari garis pantai
- Tinggi gelombang tsunami mencapai 3 m



Wilayah Pengamatan Pantai Batukaras Kab. Ciamis

1. Kondisi Pengamatan
a. Morfologi pantai :
- Elevasi : 0 – 14 m dpl
- Tipologi pantai : landai terbuka dan curam
b. Pola lahan :
- Pemukiman (Dominan)
- Sawah tadah hujan
- Perkebunan Kelapa dan Nipah
2. Tingkat kerusakan :
Sedang (untuk bangunan semi permanen dekat garis pantai)
3. Pelamparan gelombang tsunami :
- Jarak lampar mencapai 100 m dari garis pantai
- Tinggi gelombang tsunami mencapai 2 – 4 m



Wilayah Pengamatan Pantai Timur Pangandaran Kab. Ciamis

1. Kondisi Pengamatan
a. Morfologi pantai :
- Elevasi : 0 – 1 m dpl
- Tipologi pantai : landai terbuka (teluk)
b. Pola lahan :
- Pemukiman (Dominan)
- Padang rumput
- Perkebunan Kelapa dan Nipah
2. Tingkat kerusakan :
Sedang – berat
3. Pelamparan gelombang tsunami :
- Jarak lampar mencapai 400 m dari garis pantai
- Tinggi gelombang tsunami mencapai 2 – 4 m

Wilayah Pengamatan Pantai Barat Pangandaran (Bulaklaut Timur) Kab. Ciamis

1. Kondisi Pengamatan
a. Morfologi pantai :
- Elevasi : 0 – 1 m dpl
- Tipologi pantai : landai terbuka (teluk)
b. Pola lahan :
- Pemukiman (Dominan)
- Padang rumput
- Perkebunan Kelapa dan Nipah
2. Tingkat kerusakan :
- Sedang – berat
3. Pelamparan gelombang tsunami :
- Jarak lampar mencapai 300 - 500 m dari garis pantai
- Tinggi gelombang tsunami mencapai 2 – 4 m


Wilayah Pengamatan Pantai Barat Pangandaran (Bulaklaut Barat) Kab. Ciamis


1. Kondisi Pengamatan
a. Morfologi pantai :
- Elevasi : 0 – 6 m dpl
- Tipologi pantai : landai terbuka
b. Pola lahan :
- Padang rumput (Dominan)
- Pemukiman
- Perkebunan Kelapa dan Nipah
2. Tingkat kerusakan :
- Sedang
3. Pelamparan gelombang tsunami :
- Jarak lampar mencapai 200 – 500 m dari garis pantai
- Tinggi gelombang tsunami mencapai 2 – 4 m


D. Saran Pertimbangan bagi Penataan Wilayah Pangandaran dan sekitarnya

Dari deskripsi dan analisis di atas, dapat ditentukan pemetaan wilayah yang beresiko mengalami kerusakan akibat tsunami, dengan kriteria sebagai berikut :
• Kriteria wilayah pantai yang aman dari pengaruh tsunami (Zona Aman), dalam arti mengalami kerusakan terkecil yaitu:
– Elevasi di atas 3 meter dpl.
– Morfologi pantai curam.
– Kerapatan vegetasi tinggi.
• Kriteria wilayah pantai yang beresiko tinggi mengalamai kerusakan (Zona Bahaya):
– Elevasi dibawah 3 meter dpl.
– Morfologi pantai landai.
– Kerapatan vegetasi sedang.

Secara visual, Zona Aman dan Zona Bahaya tsunami dapat dilihat pada peta berikut :






Pengembangan tata ruang pada wilayah yang rentan terhadap bahaya gempa dan tsunami pada dasarnya harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Bangunan harus tahan terhadap gempa dan tsunami,
2. Adanya kemudahan mobilitas dan akses masyarakat pada saat terjadi bencana,
3. Alokasi ruang fasilitas umum untuk keperluan evakuasi,
4. Akses sosial ekonomi masyarakat yang sebagian besar kegiatan perekonomiannya tergantung pada hasil dan budi daya kawasan pantai.

Saran pertimbangan pada setiap zona berdasarkan klasifikasi resiko bencana adalah sebagai berikut :

1. Zona Aman
• Sebagai lokasi pemukiman penduduk dan akomodasi wisata;
• Kegiatan ekonomi penduduk.

2. Zona Bahaya
• Pada prinsipnya tidak ada bangunan penduduk pada radius 200 meter dari pantai. Pada radius 200 meter dari pantai ditetapkan menjadi daerah penyangga yang efektif mengurangi kecepatan dan ketinggian gelombang tsunami.
• Pada daerah penyangga ditanami pepohonan yang dapat meredam kecepatan dan ketinggian gelombang tsunami, tinggi vegetasi antara 10 sampai dengan 15 meter (Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan). Selain dengan vegetasi, pembuatan penyangga dapat juga dengan membuat tanggul penghambat tsunami, saluran buatan atau kolam sebagai pengendali.
• Pada daerah bahaya diarahkan dengan membangun perlindungan soft structure yang dikombinasikan dengan kegiatan budidaya perikanan dan wisata ekoturisme.

Selain saran pengembangan tata ruang pada wilayah resiko bencana, juga perlu dilakukan mitigasi bencana tsunami nonfisik, antara lain menyusun pedoman mitigasi bencana alam di wilayah pantai, pendidikan, pelatihan, dan simulasi mitigasi bencana tsunami kepada masyarakat pesisir, penyebaran informasi berupa buklet dan brosur, penyuluhan dan sosialisasi upaya mitigasi bencana tsunami, serta pengembangan sistem peringatan dini adanya bahaya tsunami.


KONSEP PENATAAN RUANG PESISIR


Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan



Hasil Pemantauan Tim Mitigasi Bencana Geologi Distamben Prov. Jawa Barat





Berita ini dari Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat
http://www.distamben-jabar.go.id

URL berita ini adalah:
http://www.distamben-jabar.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=39

Tidak ada komentar: