Jumat, 21 Desember 2007

Radio dan Upaya Pemulihan Pangandaran

Oleh M.Z. AL-FAQIH
PANGANDARAN merupakan kecamatan di Ciamis bagian selatan yang popularitasnya telah diketahui umum di berbagai penjuru dunia. Pariwisata pantainyalah yang membuat orang tertarik mengunjunginya. Pantai Pangandaran adalah hamparan pasir eksotik yang dihiasi deburan ombak indah, lengkap dengan eloknya cagar alamnya yang asri.
Keelokannya telah menyita perhatian siapa pun, termasuk muda-mudi yang tengah dimabuk asmara. Tak aneh jika kemudian Pangandaran menjadi tujuan wisata para pelancong, tidak hanya wisatawan lokal, tapi juga wisatawan asing. Patut dicatat, Pangandaran telah menjadi salah satu aset penting yang menyumbangkan pemasukan bagi pendapatan asli daerah (PAD) Pemerintah Kabupaten Ciamis.
Pangandaran telah membawa berkah bagi para penduduk lokal. Pariwisata pantainya telah menggerakkan denyut ekonomi masyarakat. Contohnya dapat dilihat dari banyaknya penginapan yang bermunculan, mulai dari yang berkelas hingga yang biasa, banyaknya radio swasta yang muncul di Pangandaran sebagai efek dari kebutuhan para wisatawan akan informasi dan hiburan. Kaum ibu di pagi hari berkelompok menjajakan ikan asin yang telah diolah ke para tamu hotel. Anak-anak kecil pun banyak yang riang menjajakan kerajinan tangan ayahnya.
Intinya, masyarakat Pangandaran kemudian banyak yang bertumpu penghidupannya dari geliat pariwisata pantai. Tapi itu adalah fenomena dan kisah di saat Pangandaran belum diterjang badai tsunami. Pasca tsunami, keceriaan yang tampak, kegairahan ekonomi yang berjalan, tawa para penjaja makanan yang selalu menyapa ramah para pendatang seolah sirna. Yang ada adalah ketakutan, kecemasan, dan trauma yang mendalam dari para korban tsunami.
Pada saat tsunami menerjang, pangandaran seolah berubah menjadi tempat yang mencekam dan menakutkan. Isak tangis membahana se antero Pangandaran, kaum ibu meratapi kepergian suaminya, anak menangis tak henti mencari orang tuanya. Tak ada lagi didapati anak-anak yang bermain di pinggir pantai dengan balutan keceriaan.
Oleh karena itu, upaya Pikiran Rakyat mengadakan seminar dalam upaya pemulihan Pangandaran yang diselenggarakan di Hotel Laut Biru Pantai Pangandaran pada tanggal 13 September 2006 harus diapresiasi secara positif. Seminar yang melibatkan berbagai unsur seperti pemerintah dan masyarakat tersebut telah memunculkan usulan agar pemulihan kondisi lingkungan harus diprioritaskan, mengingat masyarakat Pangandaran banyak bertumpu kegiatan ekonominya dari pantai. (Pikiran Rakyat, Kamis 14 September 2006)
Peran radio darurat
Melihat beratnya beban yang dipikul masyarakat Pangandaran, Komisi penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat merasa tergugah untuk berbuat sesuatu guna meringankan beban yang dirasakan masyarakat Pangandaran. Dengan niat ingin turut memulihkan keadaan Pangandaran, KPID segera membangun kemitraan dengan berbagai kelompok masyarakat yang peduli, antara lain dengan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Pusat Pendidikan Lingkungan Pesisir (PPLP), Jaringan Radio Komunitas (JRK) Jawa Barat, dan aparat pemerintah yang berwenang mengurusi frekuensi radio.
Tercapailah kesepakatan untuk membangun sebuah radio darurat yang akan dimanfaatkan sebagai media penyebaran informasi. Radio darurat tersebut kemudian dinamai "Swara Pangandaran". Para pendengar radio swasta MARA Bandung juga turut membantu lewat pemberian bantuan 30 perangkat radio penerima siaran.
Mulai tanggal 10 Agustus 2006 Swara Pangandaran resmi bersiaran hingga batas waktu yang belum bisa ditentukan, disesuaikan dengan keadaan Pangandaran itu sendiri.
Pertanyaannya kemudian mengapa harus mendirikan radio darurat? Manfaat apa yang dapat diraih dari radio tersebut? Bagaimanapun radio adalah alat komunikasi yang friendly bagi telinga sebagian besar masyarakat Indonesia, maka pilihan mendirikan radio merupakan pilihan rasional. Radio ini juga akan dimanfaatkan untuk membantu menetralisasi keadaan di pangandaran pascatsunami.
Model dan bentuk radio Swara Pangandaran ini adalah radio komunitas. Secara umum, tujuan didirikannya radio ini adalah untuk memberikan pelayanan dalam bidang informasi dan hiburan yang menjadi kebutuhan masyarakatnya (komunitasnya). Swara Pangandaran bukanlah stasiun radio yang permanen. Apabila keadaan setempat berangsur-angsur normal dan kembali seperti sediakala, maka radio ini akan ditarik dan akan dialokasikan pada daerah bencana lainnya.
Sesuai dengan karakter radio komunitas dan tujuan pendirian di atas, maka isi siaran radio ini disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, radio ini diharapkan menjadi ruang komunikasi antar warga masyarakat. Sebuah contoh, setiap minggu pagi ada sebuah program acara yang memang dikhususkan untuk anak-anak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap bencana yang terjadi, anak-anaklah pihak yang paling traumatik dan sulit melupakannya. Program acara ini disiarkan secara langsung.
Anak-anak korban bencana dikumpulkan di studio untuk belajar bahasa Inggris. Metode pengajaran yang diterapkan tetap membuat anak-anak itu ceria karena banyak diselingi dengan permainan dan bernyanyi bersama. Swara Pangandaran sesungguhnya bisa menjadi model alat komunikasi yang praktis bagi daerah-daerah lain yang terkena bencana.
Radio dan kepekaan
Bencana Pangandaran bukanlah satu-satunya bencana yang pernah terjadi. Berbagai bencana mungkin saja terjadi lagi di masa yang akan datang. Hal terpenting yang bisa kita lakukan adalah bagaimana mengantisipasinya. Radio yang memiliki kekuatan informatif dan dapat menjangkau khalayak luas secara serentak diharapkan dapat ikut mengantisipasi berbagai potensi bencana yang akan terjadi. Dengan upaya preventif seperti ini diharapkan kerugian yang ditimbulkan bencana dapat diminimalisasi.
Cara yang dapat dilakukan oleh radio salah satunya adalah intens menjalin kemitraan dengan para pihak (pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan unsur-unsur masyarakat). Kemitraan ini sangat membantu apabila suatu saat ada masalah yang terjadi, tidak hanya terpaku pada masalah bencana. Radio dapat segera menyampaikan informasi yang didapat dan mensosialisasikannya kepada masyarakat.
Maka dari itu kemitraan radio dengan berbagai pihak menjadi penting dan strategis. Pangandaran telah memberi banyak pelajaran, jangan sampai peristiwa serupa terjadi lagi di tempat lain dengan kerugian yang lebih besar. Karena radio adalah milik masyarakat maka sudah saatnya radio pun turut peka terhadap potensi bahaya yang mengancam kehidupan masyarakat.***
Penulis, anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Barat

Tidak ada komentar: