Jumat, 21 Desember 2007

51% DAS Jabar Tercemar Limbah

Jum'at, 21/12/2007

BANDUNG (SINDO) – Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Jabar memprihatinkan. Sebesar 51% atau 21 DAS dari 40 DAS yang terdapat di Jabar tercemar limbah berbahaya.

Penyebab tingginya tingkat pencemaran itu disebabkan pembuangan limbah,baik dari industri, domestik (rumah tangga), peternakan maupun pertanian, ke sungai tak terkendali. Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar Agus Rachmat mengatakan, pencemaran di 21 DAS berkategori berat.

”Masalah pen-cemaran air di 21 DAS itu perlu perhatian khusus,”kata Agus kepada wartawan di Gedung Sate beberapa waktu lalu. Dia menjelaskan,pencemaran DAS di Jabar akibat pembuangan limbah yang tak terkendali telah berlangsung sejak 10–20 tahun. Bahkan, hingga kini, pencemaran DAS belum menurun, masih terus terjadi.

”Kondisi DAS di Jabar akan bertambah parah jika tidak segera ditangani,”jelas dia. Menurut Agus, beberapa wilayah di Jabar yang selalu bermasalah dengan pencemaran air akibat limbah domestik,yakni Kota Bandung,Bogor,Depok, dan Kota Bekasi. ”Tidak semua DAS di Jabar tercemar parah, seperti Cirebon.Tingkat pencemaran limbah DAS di daerah itu relatif rendah,”tandas Agus.

Dia mengungkapkan, pihaknya kesulitan mengatasi pencemaran air juga diakibatkan adanya konflik dalam pemanfaatan ruang di DAS. Jika merujuk kepada UU tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), seharusnya setiap daerah memiliki wilayah konservasi sebesar 30%.

”Kenyataannya, daerah konservasi selalu di bawah angka 30%,” ungkap dia. Guna mengurangi kerusakan lingkungan hidup pada 2008, lanjut Agus,Pemprov Jabar berencana membuat kebijakan pemanfaatan ruang secara terpadu dan serasi dengan merujuk pada ketentuan UU tentang RTRW.

Karena itu, diharapkan pemerintah kab/kota untuk melakukan pemilahan atas daerah yang mempunyai potensi pencemaran. ”Untuk mengurangi pencemaran air, pada 2008, pemerintah akan melakukan terobosan baru dengan mengoptimalkan instalasi pengolahan limbah (IPAL) dan membuat phyto remediasi. Program ini diharapkan, mengurangi tingkat pencemaran air di DAS,”tegas Agus.

Ketua Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Mubiar menyatakan, pencemaran DAS di Jabar,baik secara kualitas maupun kuantitas, tak terkendali. Limbah terbesar berasal dari rumah tangga atau domestik. Namun, limbah berbahaya justru dari industri,walaupun secara kuantitas lebih rendah dibanding domestik.

Untuk mengatasi masalah pencemaran itu, lanjut Mubiar, pemerintah harus mengubah kebijakan pembangunan. Misalnya, tak mudah izin pembangunan pabrik di satu tempat yang berdekatan dengan sungai. Apalagi, jika pengusaha tak bisa menjamin pengadaan IPAL dengan teknologi ramah lingkungan. ”Jika menggunakan IPAL kotor, kita rugi dua kali,”ujar Mubiar.

Menurut dia, untuk membenahi kondisi DAS, harus dilakukan dari sumbernya, yakni hutan. Kawasan hutan harus benarbenar dijaga.Sebab,hutan sebagai daerah resapan air menentukan fluktuasi air.”Jika kondisi air masih fluktuatif,pencemaran akan tetap tinggi,”tegas dia. (yogi pasha)


Tidak ada komentar: