Senin, 24 Desember 2007

EKOSISTEM PESISIR JAWA BARAT 2

Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Pantura Jawa Barat VI- 2
Hasil peninjauan lapangan dari 2.104,535 ha hutan mangrove, yang mengalami abrasi seluas
109,567 ha (Pemda Bekasi, Perencanaan Penyusunan Program Pengelolaan Kawasan Lindung),
yaitu:
a. Muara Bungur/petak 8 seluas = 25,00 ha
b. Muara Waton/petak 3 dan 6 seluas = 37,76 ha
c. Muara Sampan/petak 2 seluas = 16,80 ha
d. Muara Gobah (Muara Bendera)/petak 1 = 9,00 ha
e. Muara Gembong/petak 42 = 21,00 ha
Dari kelima lokasi yang ditinjau dan dianggap kondisinya paling kritis yaitu Pantai Muara
Gobah/Muara Bendera petak 1 seluas 9 ha, dengan panjang sekitar 900 meter dan lebar sekitar 100
meter kerapatan hutan mangrove sebagai penahan arus gelombang laut tidak merata sehingga
apabila terjadi gelombang pasang surut akan mengakibatkan genangan pada tambak maupun
rusaknya tanaman dan punahnya hutan mangrove.
Kerusakan hutan mangrove juga disebabkan oleh banyaknya penebangan hutan oleh masyarakat
untuk dijadikan lahan empang dan pembuatan rumah musiman oleh nelayan khususnya sepanjang
kali Muara Bendera dengan tidak memperhitungkan dampak yang akan muncul.
Khususnya untuk abrasi yang terjadi di Muara Bendera disebabkan penebangan hutan oleh para
penggarap untuk budidaya ikan.
Hutan mangrove yang ada di wilayah Kabupaten Karawang tersebar di tujuh kecamatan yang ada di
Kabupaten Karawang, dengan prosentase tegakan mangrove terbesar (>15 %) terdapat di Desa
Sukakerta dan Sukajaya di Kecamatan Cilamaya, juga Desa Sedari di Kecamatan Cibuaya. Ekosistem
hutan mangrove yang merupakan green belt daerah pesisir saat ini kondisinya sudah semakin
menipis. Hal ini disebabkan karena adanya pembukaan lahan hutan mangrove yang dikonversi
untuk lahan tambak dan lahan industri. Jenis mangrove yang ada antara lain Rhizophora apiculata,
Rhizophora mucronata, Avicennia marina, Sonneratia alba, Lumnitzera racemosa, sedangkan
vegetasi lainnya adalah Dolichandrone spatacea, Acrostichum aurecum, Acanthus ilicifoleus.
Secara umum berdasarkan data LANDSAT, 1995 (Nurmayani, 1996) daerah pesisir pantai Karawang
bagian utara menunjukkan kecenderungan penambahan luas areal mangrove meskipun kerapatan
vegetasinya menurun. Usaha perbaikan hutan mangrove telah dilakukan dengan cara penanaman
kembali dan penerapan tambak tumpangsari (silvofhisery) yang ditangani oleh Perum Perhutani Unit
III Jawa Barat, BKPH Cikeong.
Hasil analisis data LANDSAT MSS dan MOS-MSSR melalui penelitian Dimyati (1994) menunjukkan
bahwa terdapat penurunan luasan mangrove dari tahun 1984 hingga 1991 akibat konversi menjadi
tambak dan lahan lain.
Tabel 6.1. Data Areal Tambak, dan Tegakan Mangrove Kabupaten Karawang Tahun 1998
No Kecamatan/Desa Luas (Ha) Prosentase Tegakan Mangrove (%)
0-5 5-10 10-15 >15
1 Cilamaya 863.40
Desa Muara 553.00 V
Desa Muara Baru 152.00 V
Desa Rawagempol 25.00 V
Desa Sukakerta 42.40 v
Desa Sukajaya 24.00 v
Desa Pasirjaya 67.00 V
2 Tempuran 782.819
Desa Ciparage 256.304 v
Desa Cikuntul 63.295 v
Desa Sumberjaya 153.236 v
Desa Tanjungjaya 205.672 v
Desa Mekarpohaci 104.312 V
3 Pedes 944.50
Desa Pusakajaya 464.50 V
Desa Sungaibuntu 480.00 v
4 Cibuaya 3845.50
Desa Cemarajaya 1118.00 v
Desa Sedari 2727.50 v
5 Tirtajaya 3455.00
Desa Tambaksari 1701.00 v
Desa Tambaksumur 1754.00 v
6 Batujaya 1028.00
Desa Segarajaya 455.00 v
Desa Karyabakti 573.00 v
7 Pakisjaya 1417.00
Desa Tanjungpakis 1297.15 v
Desa Tanjungbungin 94.05 v
Desa Solokan 25.80 v
Total 12336.291
Sumber : Proyek Pembinaan Perikanan Daerah Pantai Karawang dalam Penyusunan Identifikasi
Potensi dan Masalah Wilayah Pesisir dan Laut Jawa Barat, 2000
Hutan mangrove yang terdapat di Kabupaten Subang merupakan hutan mangrove binaan. Hutan
mangrove di kawasan pantai Subang bagian utara berada dibawah otoritas pengelolaan Perum
Perhutani BKPH Ciasem-Pamanukan. Analisis data LANDSAT-TM Multitemporal tahun 1988, 1990,
1992 dan 1995 menunjukkan bahwa luasan mangrove di kawasan ini dalam periode 1988-1992
mengalami pengurangan luasan dari 2.087,7 ha pada tahun 1988 turun menjadi 1.729,9 ha tahun
1990 dan akhirnya menjadi 958,2 ha pada tahun 1992. Pengurangan tersebut berhubungan dengan
kegiatan konversi lahan termasuk perluasan area pertambakan, sedangkan penambahan luas pada
periode akhir menunjukkan keberhasilan penggalakan program perhutanan sosial yang dilakukan
melalui tambak tumpangsari. Namun antara tahun 1992 dan 1995 terjadi penambahan luasan
menjadi 3.074,3 ha. Hasil analisis data LANDSAT tersebut juga menunjukkan bahwa tingkat

Tidak ada komentar: