Jumat, 21 Desember 2007

Siaran Pers Memperingati Hari Anti Dam Sedunia

Siaran Pers Memperingati Hari Anti Dam Sedunia

BATALKAN PEMBANGUNAN WADUK SERBAGUNA JATIGEDE.

Pembangunan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan. Akan tetapi, apabila pembangunan tersebut berakhir buruk kepada masyarakat yang ada disekitar kita maupun ditempat pembangunan tersebut, maka pembangunan itu harus dipertanyakan. Apakah pembangunan tersebut berpihak kepada rakyat, atau berpihak kepada segelintir orang yang memilki modal dan kekuasaan?

BATALKAN PEMBANGUNAN WADUK SERBAGUNA JATIGEDE

Pandangan umum selama ini beranggapan bahwa pembangunan bendungan berskala besar dengan berbagai fungsi, telah menjadi mitos kesejahteraan pembangunan kelistrikan dunia. Eksplanasi yang memberikan mistifikasi-mistifikasi itu kerap dijadikan sebagai ideologi pembangunan, ternyata hanya meng-hegemoni alam kesadaran masyarakat tentang betapa pentingnnya pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan bendungan besar. Untuk itu, ditanamkanlah sebuah kepercayaan untuk dianut oleh semua orang, dimana akan ada sebuah kehidupan yang tumbuh berdasarkan industrialisasi yang memberikan kekayaan dan kesejahteraan (wealth and welfare of bulding) bagi rakyat.

Doktrin atas proyek bendungan-bendungan besar ditegaskan, tidak hanya akan menyuplay energi listrik bagi keluarga kecil dan kelas menengah dan atas, atau industri menegah dan perangkat industri besar lainnya, disebutkan pula bahwa bendungan akan membantu memperkuat stabilisasi dan infrastruktur irigasi-irigasi untuk menyuplai kebutuhan air bagi pertanian pada kelompok petani. Walupun harus tegah mengorbankan sumber-sumber kehidupan lainnya termasuk menenggelamkan sejumlah wilayah produksi dan perkampungan masyarakat.

Corak proyek bendungan besar yang tegah membinasakan lingkungan hidup demikian pula mereservasi pemukiman dan memigrasi-massalkan manusia itu, kerap juga pasti memporak-porandakan corak dan basis produksi msyarakat setempat. Begitupun proyek bendungan besar juga mengikutsertakan terporandahkan sistim sosial dan nilai budaya rakyat setempat, tak peduli pula dengan apa yang akan terjadi terhadap sistim ekologi wilayah setempat dimana bendungan itu di bangun.

Proyek pembangunan bendungan besar atau juga dikenal dengan waduk (di Indonesia) dalam perjalanannnya dibelahan bumi ini, telah memotret banyak sekali cerita tentang kekerasan terhadap kehidupan manusia bahkan telah mengikut sertakan pemusnahan lingkungan hidup yang maha dahsyat.

Bahkan dalam ceritra perkembangan tentang peradaban manusia serta sejarah lahirnnya kelas sosial masyarakat, kerap proyek bendungan besar seperti di Aswan-Mesir telah dijadikan sebagai referensi dari berbagai studi tentang kontradiksi sosial yang melatar belakangi lahirnnya kelas sosial di dalam masyarakat.

Pengalaman pedih masyarakat dan hancurnnya ekosistim sumberdaya alam yang akibatkan oleh proyek-proyek bendungan besar itu, juga telah menerobos bahkan merubah kesejahteraan hidup masyarakat menjadi sebuah standar hidup yang penuh dengan ketidak pastian. Hal ini tentu akan mengakibatkan berbagai gangguan sosial, ekonomi dan budaya atas masa depan kehidupan masyarakat korban.

Kontradiksi dan berbagai penyimpangan dalam pelaksanaan proyek pembangunan bendungan tersubut, bahkan selalu mengikutsertakan praktek-praktek un-trasparansy didalam pelaksanaannya bahkan sering kali memperlihatkan praktek dan kinerja yang sangat buruk secara konstruksi, tentu juga sisi ekonomi.

Sebuah penelusuran oleh Bank Dunia (world bank) pada tahun 1996 menunjukan biaya konstruksi melambung rata-rata 30 % pada 70 bendungan PLTA yang dibiayai sejak 1960-an. Studi Bank Dunia juga mengungkapkan bahwa dari 80 proyek PLTA yang selesai pada tahun 1980-an, tiga per empat diantarannya memiliki biaya melebihi budget. Ternyat korupsi merupakan salah satu alasan yang membuat biaya melambung tinggi2.

Bendungan dan Dunia Migrasi Massal

Dunia bendungan yang tanpa rasa telah menjadikan air menjadi api bagi rakyat setempat, pun demikian mereka pasti tidak akan menikmati secara gratis cahaya benderang lampu-lampu yang di hasilkan oleh energi air disungai yang menjadi kebutuhan hidup mereka.

Efek paling penting dari efek-efek penting lainnya yang sama sekali tidak dapat dielakan dari pembangunan bendungan skala besar yaitu : penenggelaman areal sekitar untuk waduk buatan maupun waduh alamiah (danau).Yang akan membawa konsekwensi yang tidak dapat di hindarkan dari proses pembangunan bendungan tersebut, bahwa mereka yang sebelumnnya berdiam di tempat itu harus dimukimkan kembali.

Pemukiman kembali (resettlement) tidak jarang dilakukan secara paksa dengan masive melibatkan campur tangan aparat milter, hal tersebut membuktikan bahwa pembangunan bendungan syarakat akan realitas dan praktek pelanggaran HAM dan kejahatan akan nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam banyak kasus yang terjadi di beberapa Negara, pemukiman kembali demikian itu selau dilakukan secara massal kewilayah-wilayah pesanan (reservation) yang juga penuh dengan ketidak pastian atas jaminan kehidupan seperti masadepan ekonomi, kebutuhan untuk terpenuhinnya kebutuhan dasar, bahkan sering kali melahirkan konflik-konflik baru secara horizontal.

Bendungan Volta di Ghana misalnya, telah memindahkan secara massal lebih dari 78.000 manusia yang berasal dari 700 kota dan desa. Danau Kainji di Nigeria memindahkan 42.000 orang, bendungan tinggi Aswan 120.000 orang, bendungan Kariba 50.000 orang, bendungan keban di Turki 30.000 orang, bendungan Ubolratana di Tahiland 30.000 orang, sementara proyek pamong di Vietnam memindahkan secara massal penduduk setempat sebanyak 450.000 orang3.

Jika di perkirakan akan ada jutaan manusia di belahan bumi ini yang terdiri dari bangsa-bangsa pribumi yang akan dipindahkan secara massal melalui tindakan pemaksaan, dimana mereka harus meninggalakan tanah leluhur dan bertarung dalam sebuah kehidupan baru yang tidak pasti.

BATALKAN PEMBANGUNAN DAM JATIGEDE

Pembangunan Waduk Serbaguna Jatigede yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat dan Propinsi Jawa Barat serta Kabupaten sumedang, harus di tolak.

KOALISI ANTI DAM INDONESIA menilai proyek tersebut merupakan proyek ambisius yang sarat dengan kepentingan kaum pemilik modal yang berkoalisasi dengan penguasa baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah, tanpa mementingkan kepentingan jangka panjang dari berbagai aspek. Proyek ini merupakan ambisi dari kepentingan kapitalis dan regim yang sedang berkuasa. Kajian yang selama ini dilakukan merupakan kajian yang akurasi dan validitas data serta kebenarannya belum pernah dilakukan uji publik secara komprehensif dan benar.

Saat ini perdebatan pro dan kontra masalah Jatigede terfokus ke masalah penduduk yang tergusur dan ganti rugi. Diskusi tentang rekomendasi-rekomendasi dari Komisi Bendungan Dunia (World Commision on Dams), juga hanya menyangkut dilakukan atau tidaknya konsultasi publik dengan masyarakat yang akan tergenang. Padahal banyak isu lain yang juga sangat penting dibahas dan menyangkut kepentingan lebih banyak orang, baik di tingkat regional, nasional maupun internasional.

Tulisan ini mencoba mengingatkan bahwa bendungan besar hanyalah salah satu cara saja untuk memecahkan permasalahan yang dijadikan alasan untuk membangun bendungan besar. Bahkan bendungan besar ternyata telah terbukti tidak ekonomis, kinerjanya rendah serta banyak menimbulkan dampak sosial dan lingkungan.

Waspadai : bias pada bendungan besar

Satu hal krusial yang perlu kita waspadai dalam proses pengambilan keputusan pelaksanaan suatu proyek bendungan besar adalah preferensi pengambil kebijakan terhadap bendungan besar. Penyebabnya dapat beragam tapi pada umumnya adalah :

  1. kecenderungan umum bias pada proyek-proyek infrastraktur. Biasanya ini karena:
    1. proyek infrastruktur lebih mudah dilakukan karena sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh pihak ketiga (kontraktor, konsultan dll). Bandingkan dengan program edukasi atau perbaikan pengelolaan, yang bikin pusing kepala para birokrat.
    2. Proyek infrastruktur menyajikan banyak peluang untuk memperoleh komisi dalam bentuk penggelembungan anggaran atau komisi-komisi dari kontraktor dan konsultan.

Karena itu tidak heran bila apapun masalahnya, pemecahan yang diajukan pemerintah adalah pembangunan infrastruktur baru.

  1. Kepentingan perusahaan-perusahaan multinasional terkait bendungan besar, yang saat ini sedang mengalami kesulitan untuk mendapatkan proyek-proyek baru di negara asalnya. Secara global proyek bendungan besar memang telah menurun secara drastis.
  2. Kurangnya wawasan dan kemampuan analisis pengambil kebijakan, sehingga mereka cenderung mengambil keputusan berdasarkan apa yang populer (bergantung pada siapa yang lebih gencar promosi dan melakukan lobby) dan apa yang dianggap cepat mengatasi masalah (yang diatasi hanya gejala saja)
  3. terkait dengan point nomor 3, adalah bias pada pemecahan masalah secara artifisial. Padahal telah berjuta-juta tahun alam telah membuktikan kemampuannya dalam menyimpan air hujan dan menjaga stabilitas hidrologi. Kemungkin menerapkan pendekatan-pendekatan yang bekerjasama dengan alam ini seringkali diabaikan. Hal ini baik terjadi karena paradigma modernisasi maupun karena pendekatan perbaikan alam lebih sulit untuk menghasilkan modus-modus korupsi.

Karena itulah Komisi Bendungan Dunia menemukan bahwa semua proyek bendungan besar, tidak saja mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial secara memadai, tetapi juga bahwa sebenarnya ada alternatif untuk memecahkan masalah yang sama, tetapi tidak dipertimbangkan secara memadai dan setara. Bias pada bendungan besar telah meminggirkan alternatif-alternatif yang lebih efektif, mudah dan berkelanjutan.

Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ini KOALISI ANTI DAM INDONESIA DENGAN TEGAS MENIOLAK PEMBANGUNAN WADUK SERBAGUNA JATIGEDE.

Bandung, 14 Maret 2006

Dadang Sudardja

Koordinator



Tidak ada komentar: