Senin, 24 Desember 2007

Udara dalam Mobil Lebih Kotor

Baru mobil produksi tahun 2007 yang punya teknologi penyaring udara

Pernahkan Anda menduga, mengendarai mobil ber-AC justru akan membuat kita lebih banyak menghirup udara kotor? Umumnya kita berpikir, ketika sedang berada di dalam mobil dan menutup pintu serta jendela, maka udara kotor yang terhirup lebih kecil dibandingkan mereka yang ada di luar kendaraan.

Ternyata sebaliknya. Studi di Australia menyebutkan pengemudi/penumpang mobil ber-AC menghirup udara kotor lima kali lebih banyak dibanding pejalan kaki dan pesepeda. Jadi, jangan tenang-tenang saja kalau mobil tidak punya sistem ventilasi yang baik. Karena, udara yang masuk ke dalam mobil, justeru lima kali lebih pekat pencemaran udaranya. Bahkan, kadar hidrokarbon di dalam mobil bisa sebelas kali lebih banyak dibanding di luar. Apalagi, kalau mobil yang tidak memiliki catalytic converter (alat penyedot pencemaran), kadar hidrokarbon bisa 27 kali lebih banyak dibanding di luar. Bila kita berada di tengah kemacetan, maka peluang untuk menghirup udara kotor sekalipun di mobil yang dingin ber AC tetap lebih tinggi.

Menilik desain mobil yang beredar di Indonesia, bisa dikatakan hampir semua tak punya catalytic converter. Terkecuali mobil produk 2007, yang memang sudah menggunakan teknologi tersebut.

Deputi bidang pembinaan sarana teknis dan peningkatan kapasitas pada Kementerian Lingkungan Hidup, Isa Karmisa Ardiputra, mengatakan tidak semua pencemaran udara bisa ditangkap pancaindera. Banyak zat kimia yang tidak bisa dilihat kasat mata.

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI pernah melakukan penelitian pada 2005. Hasil uji terhadap seorang pegawai yang menggunakan kendaraan pribadi ber-AC dari rumah menuju tempat kerja menunjukkan hasil serupa. Pegawai yang menjadi responden itu melakukan perjalanan dari Pamulang, Tangerang, menuju Percetakan Negara, Jakarta Pusat. Sebuah alat pengukur serapan karbonmonoksida (CO) --zat berbahaya yang diukur-- dipasang di tubuh responden. Hasil riset selama 24 jam itu menunjukkan bahwa responden ternyata menyerap CO lebih dari 40 ppm (parts per million) atau melebihi standar WHO (20 ppm per satu jam).

Studi lain terhadap responden pengguna kendaraan umum (bus non-AC) menunjukkan fakta serupa. Responden melakukan perjalanan dari Cipete ke Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, pada pukul 08.00-08.40 (pergi dari rumah) dan 17.40-19-10 (pulang ke rumah). Riset memperlihatkan, responden juga menghirup CO di atas 40 ppm.

Udara bersih bebas polusi di Indonesia, sepertinya sulit didapat, terutama di kota-kota besar. Pemantauan di 30 kota yang dilakukan Pusat Pengendalian Dampak Lingkungan (Pusarpedal), menyebutkan secara umum hasil Total Suspended Partikulat (TSP), pada 2006, yang melebihi baku mutu di antaranya di Semarang, Denpasar, Jakarta, Surabaya, dan Makassar.

Sementara, daerah lain juga sudah banyak yang di atas ambang baku mutu. Metode pemantauan ini dilakukan dengan menampung di alat tertentu untuk melihat kadar nitrogen dioksida (NO2) dan sulfur dioksida (SO2). Hasil pemantauan metode aktif berksinambungan menunjukkan hari-hari dengan udara baik di sepuluh kota yaitu, Medan, Palangkaraya, Pekanbaru, Jambi, Pontianak, DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, tak terlalu banyak.

Ambil contoh kota Jakarta. Sepanjang 2006, hari tidak sehatnya hampir 54 hari, hari sedang 231 hari, dan 88 hari dikategorikan baik. Kondisi pencemaran udara yang semakin tinggi, berdampak pada terjadinya hujan asam. Makin tinggi polusi, tingkat kasaman air hujan makin tinggi. Hujan asam terjadi jika Ph-nya di bawah 5,6. Kondisi ini dipengaruhi oleh kadar pencemaran SO2 dan NOx.

Penelitian 1996 menunjukkan sumber pencemaran SO2 dan NOx adalah sektor industri. Dari pemantauan sejak 1994-2001 terlihat keasaman air hujan makin hari makin meningkat. Semakin ke belakang, hujan di Jakarta semakin asam. Bahkan di Bandung pernah mencapai 3,87 pada 2000. Sedang Surabaya pernah mencapai 3,73.

`'Terlihat sekali pencemaran udara tendensinya semakin parah,'' ujar Isa. Hujan asam kering akan berpengaruh terhadap pertanian. Berakibat pada menurunnya hasil panen maupun berkembangnya penyakit tanaman. Sementara hujan asam basah akan sangat berpengaruh pada ternak.

Pengalaman di beberapa negara menunjukkan jika keasamannya masuk ke danau dengan Ph di bawah 5 maka sudah tidak ada ikan. Penggunaan bensin bertimbal (Tb) juga memperburuk kondisi udara. Timbal masuk ke tubuh manusia, sebagian besar masuk melalui pernafasan (85 persen), makanan (14 persen), dan kulit (1 persen).

Fakta Angka


88 Hari


Hari berkategori udara baik dalam 365 hari selama tahun 2006

Tidak ada komentar: