Jumat, 21 Desember 2007

90% Hutan Jawa Barat Dalam Kondisi Rusak

Degradasi Sumber Daya Hutan Sangat Mengkhawatirkan
BANDUNG, (PR).-Kondisi hutan di Jawa Barat sudah sangat mengkhawatirkan. Dari total luas 791.519,33 hektare, 90% arealnya rusak karena secara fisik hanya berupa tanah kosong yang tidak lagi berfungsi sebagai hutan.
GUNDUKAN paku yang telah berkarat disimpan di depan stan seorang pencinta lingkungan, Sariban, pada acara pameran peringatan Hari Lingkungan Hidup di Lapangan Gasibu Bandung, Jumat (22/7). Paku-paku tersebut merupakan hasil pencabutan dari pepohonan di Kota Bandung yang dilakukan Sariban selama dua tahun.*ANDRI GURNITA/"PR"
Gambaran memprihatinkan itu dikemukakan Gubernur Jabar Danny Setiawan, Jumat (22/7), pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Tingkat Jabar di Lapangan Gasibu Bandung.
"Proses degradasi sumber daya hutan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat, sudah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan," kata Danny Setiawan, dalam sambutannya yang dibacakan Asda Bidang Perekonomian Leks Laksamana.
Degradasi sumber daya alam, khususnya air dan lahan, memang menjadi salah satu permasalahan lingkungan di Jabar. Hal itu ditandai dengan deplesi sumber air, yakni di permukaan tanah dan air bawah tanah, baik secara kuantitas maupun kualitas
"Demikian juga dengan hutan. Dari total luas kawasan hutan Jabar, yang luasnya mencapai 22,5% dari daratan, diperkirakan hanya tinggal 10% luas daratan yang masih berupa hutan. Selebihnya berupa tanah kosong yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai hutan," kata gubernur.
Fokus utama persoalan pengelolaan lingkungan hidup yang menjadi persoalan saat ini adalah bagaimana meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menekan laju kerusakan lingkungan hidup yang semakin cepat. "Semua pihak mesti menyadari, kerusakan lingkungan yang terjadi selama ini lebih diakibatkan oleh perilaku manusia, seperti kelalaian, ketidakpedulian, atau kekurangmampuan dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup," ujarnya.
Untuk itu, gubernur menekankan, upaya pembangunan lingkungan hidup harus diarahkan pada terwujudnya perubahan perilaku anggota masyarakat agar memiliki pola tindak yang seimbang dengan daya dukung lingkungannya. "Inilah sebenarnya upaya perbaikan kualitas lingkungan yang harus dilakukan seluruh elemen masyarakat."
Semakin parah
Hal senada disampaikan Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, yang juga mempersoalkan tingkat kerusakan hutan yang semakin parah. Dalam sambutan yang dibacakan Staf Ahli Meneg LH Hendri Bastaman, menteri menyayangkan tingginya laju kerusakan hutan di Indonesia terjadi begitu cepat, yakni 3,8 juta hektare/tahun.
Perubahan fungsi lahan dari kawasan resapan air menjadi kawasan permukiman juga memberikan dampak signifikan yang akhirnya berujung bencana bagi masyarakat setempat. "Dengan kondisi seperti itu, tidak ada jalan lain bagi kita selain mengerahkan segala daya yang untuk segera bertindak nyata mencegah dan memulihkan kerusakan lingkungan di bumi ini," ujarnya.
Dikatakan, upacara Hari Lingkungan Hidup saat ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang lebih bermakna seremonial. "Kali ini, peringatan Hari Lingkungan Hidup sangat dekat dengan alam, namun tetap tidak mengurangi kekhidmatan perayaannya."
Lebih jauh dikatakan, pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati hampir seluruh negara anggota PBB harus dijabarkan secara operasional dan menjadi bidang keahlian sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.
"Melalui jalur pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat diharapkan akan terbentuk critical mass SDM yang paham dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Keterpaduan seluruh pihak merupakan salah satu prasyarat keberhasilan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan," kata Meneg LH. (A-64)***

Tidak ada komentar: