Senin, 24 Desember 2007

Lingkungan Hidup Cekungan Bandung

Oleh T Bachtiar

Kerusakan lingkungan hidup di Cekungan Bandung dapat diamati dari nama-nama tempat. Sebagai contoh, di Bandung banyak nama tempat yang diawali dengan kata seke, yang berarti mata air atau cinyusu. Dulu, Bandung pernah mengalami tata ekologi yang sangat baik sehingga mata air terdapat di kaki gunung atau bukit. Di dekat seke atau cinyusu itu didirikan rumah yang kemudian berkembang menjadi perkampungan.

Bila kini masih ada air yang keluar dari cinyusu, artinya keadaan lingkungan di sana relatif masih baik. Namun, secara umum saat ini keadaan daerah tangkapan hujan sudah sangat kritis. Dampaknya sudah dirasakan, yaitu apa yang terjadi bila hujan tidak turun hanya dalam beberapa bulan, atau banjir bandang dan longsor begitu hujan mulai turun. Ini menandakan lingkungan alam di Cekungan Bandung sudah sangat parah.

Di seputar Cekungan Bandung pernah terdapat mata air yang berlimpah, cur-cor keluar di mana-mana. Di sekitar sumber-sumber mata air itu kemudian tumbuh masyarakat kecil yang berkembang menjadi perkampungan. Beberapa contoh permukiman yang berada di sekitar seke, seperti Kampung Ciseke, Sekeandur, Sekeangkrih, Sekeawi, Sekebalingbing, Sekebulu, Sekebunar, Sekebungur, Sekeburuy, Sekecariu, Sekedangdeur, Sekegawir, Sekegentong, Sekehonje, Sekejati, Sekejengkol, Sekejolang, Sekekondang, Sekekuda, Sekekukumbung, Sekelapa, Sekelimus, Sekeloa, Sekemala, Sekemalaka, Sekemandung, Sekemeer, Sekemerak, Sekemirung, Sekepanjang, Sekepicung, Sekepondok, Sekereundeu, Sekesalam, dan Seketimbang.

Bila air yang keluar sangat besar atau ngaburial, nama tempatnya bernama Ciburial. Di Bandung banyak nama tempat yang menggunakan kata ciburial sebab di sanalah air secara alami keluar dengan berlimpah, ngaburial. Bila saat ini di tempat-tempat yang menggunakan kata seke atau ciburial airnya sudah tidak keluar dan tidak ngaburial lagi, atau bahkan sudah lama mengering, artinya lingkungan di daerah tangkapan hujannya sudah lama rusak.

Di dekat Goa Pawon, Desa Masigit, ada Kampung Cinyusuan. Dulu, di utara kaki Gunung Masigit berjajar cinyusu. Karena itulah nama kampungnya disebut Kampung Cinyusuan. Kini, cinyusu-nya sudah lama kering. Ini membuktikan keadaan lingkungan Gunung Masigit sudah sangat rusak karena penambangan batu kapur.

Berbagai tumbuhan dan pohon pernah menjadi lingkungan alami di Cekungan Bandung. Kemudian komunitas masyarakat bermukim di sekitar pohon atau tumbuhan tersebut. Karena itu, nama kawasan yang berkembang di tempat tumbuhan atau pohon itu lebih dominan, atau menjadi ciri yang mandiri di suatu kawasan. Maka, nama permukiman di sana dinamai sesuai ciri alam itu. Saat ini tumbuhan dan pohon itu sudah menjadi langka, atau mungkin sudah musnah di Cekungan Bandung. Namun, namanya masih abadi sebagai nama tempat.

Bila nama-nama tumbuhan itu sudah tak dikenali lagi oleh masyarakat Cekungan Bandung, artinya lingkungan tumbuhan itu sudah lama mati, sebelum warganya mengetahui dengan pasti manfaatnya. Menanam pohon langka

Bila ada kemauan, tumbuhan langka yang pernah ada di Cekungan Bandung itu bisa ditanam kembali. Benihnya masih tersisa di hutan-hutan di Jawa Barat yang juga kian menipis. Pohon langka itu bisa ditanam di sekitar sekolah, di taman-taman kota, atau di lahan-lahan perbukitan yang sudah tak berpohon lagi.

Manfaat menanam pohon bukan sekadar melestarikan keragaman hayati, melainkan juga mempunyai manfaat yang sangat besar bagi manusia, yaitu sebagai pabrik kesegaran udara, penyerap udara kotor dan hawa panas. Hal penting lain dari pohon adalah akarnya yang berumur 10 tahun mampu menyimpan air 7 meter kubik sehingga hutan merupakan danau tanpa bendungan. T BACHTIAR Anggota Masyarakat Geografi Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung

Tidak ada komentar: