Jumat, 21 Desember 2007
WARGA BAKAR PATOK PLTSA
BANDUNG, TRIBUN - Konflik terbuka antara warga Komplek Griya Cempaka Arum dengan aparat Pemkot Bandung terkait rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) semakin memanas. Sejumlah warga, Kamis (29/11) malam mencabuti dan membakar patok yang telah ditancapkan aparat Pemkot Bandung di lokasi lahan PLTSa. Aksi ini seolah tak mengindahkan ancaman Walikota Bandung, Dada Rosada yang akan melaporkan ke polisi mereka yang mencabut patok tersebut. 'Silakan saja kalau berani melaporkan 8.000 warga yang menolak PLTSa. Yang jelas warga siap menghadapinya,' tandas Koordinator Umum Aliansi Rakyat Tolak Pemaksaan Pabrik Sampah di Permukiman (ART-P2SP), Muhammad Tabroni, Jumat (30/11). Sebelumnya pada Rabu dan Kamis (28-29/11) siang, aparat Pemkot Bandung melakukan pengukuran dan pematokan lahan di lokasi PLTSa di Kelurahan Rancanumpang, Gedebage, atau tepatnya di samping Komplek Griya Cempaka Arum. Dan saat itu warga membiarkan aparat melaksanakan tugasnya. 'Saat itu kami membiarkan mereka mematok lahan untuk menghindari keributan. Nah pada malam harinya warga kemudian mencabuti dan membakar patok-patok itu sebagai bentuk protes,' ujar Tabroni. Tabroni menegaskan, sebanyak 8.000 warga tetap sepakat menolak pembangunan PLTSa di dekat permukiman mereka. 'Penolakan ini merupakan harga mati. Kami dengan tegas menolak PLTSa karena teknologinya buruk dan mencemari lingkungan,' tegasnya. Menurut Tabroni, pembangunan PLTSa yang ujug-ujug dilakukan tanpa mendengarkan aspirasi warga setempat, membuat warga tersinggung. 'Sekarang bukan zamannya lagi pemerintah memaksakan kehendak. Seharusnya walikota datang ke sini dan berdialog dengan warga,' ujarnya. Meski didera kekhawatiran terkait rencana pembangunan PLTSa tapi pihaknya kata Tabroni, optimistis rencana itu akan batal dilaksanakan. 'Kami akan melayangkan surat ke Presiden pada hari Senin. Kami percaya Presiden SBY adalah pempimpin yang mau mendengarkan suara rakyatnya,' tutur Tabroni. (san) Petani Pun Merana TERNYATA tak hanya warga Komplek Griya Cempaka Arum yang gusar dengan rencana pembangunan PLTSa di Kelurahan Rancanumpang, Gedebage. Sejumlah petani penggarap lahan di sekitar PLTSa pun mengaku resah dan gelisah dengan rencana Pemkot Bandung tersebut. Idin (50) misalnya, petani penggarap lahan milik Ny Tia mengatakan, Walikota Bandung, Dada Rosada telah bertindak semenamena dalam masalah ini. 'Seenaknya aja, kalau PLTSa dibangun praktis mata pencaharian saya hilang,' ujarnya. Keresahan Idin semakin menjadi-jadi setelah lahan garapannya seluas 1.000 meter, pada Rabu (28/11) dipatok aparat Pemkot Bandung. 'Saya nggak tahu, kok lahan garapan saya dipatok juga. Saya dengar katanya akan dipakai jalan,' ujarnya. Sebagai petani penggarap lahan milik orang lain, Idin mengaku sedikitnya dalam setahun bisa mengantongi uang sebanyak Rp 6 juta. Uang itu diperoleh sebagai jasa menggarap lahan milik sang juragan. 'Saya nggak punya keterampilan apa-apa, yang saya bisa cuma mencangkul,' ujarnya. (san) Kepala BPLH Siap Pasang Badan KEPALA Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung, Nana Supriatna menegaskan, jika penilaian masyarakat tentang PLTSa terbukti menyengsarakan rakyat, ia yang pertama akan menanggalkan jabatannya sebagai pegawai Pemkot Bandung. Nana berjanji akan mengadakan pertemuan dengan masyarakat Griya Cempaka Arum dan warga sekitar untuk menjelaskan hasil Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan sosialisasi secara menyeluruh. 'Jika tidak ada halangan, pertemuan antara warga, Walikota, PT BRIL dan ITB dijawadwalkan sebelum peletakan batu pertama dan setelah Amdal selesai, minggu pertama Januari 2008,' ujar Nana, Jumat (30/11). Menurut Nana, penolakan warga semestinya memberikan solusi, bukan menolak tanpa kompromi karena tidak menyelesaiakan masalah. 'Kenapa harus takut wilayah tercemar. Pembangunan saja belum jadi. Kemudian mengapa menilai teknologi terlalu mahal, ajukanlah cara yang lebih murah,' ujar Nana. Nana menyebutkan, jika masyarakat ingin penanganan sampah dengan sistem kompos, tidak bisa diterapkan di Kota Bandung. Pasalnya, produksi sampah mencapai 400-500 ton per hari, sedangkan kompos hanya mampu mengolah 2 ton untuk sepuluh hari. 'Bisa dibayangkan setiap hari sampah yang tidak terolah 400 ton lebih. Jika seminggu, sebulan sampai setahun sudah bisa dibayangkan besarnya tumpukan sampah,' ujar Nana. Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Kota Bandung, drg Bulgan Alamin memaklumi dan menilai wajar pro kontra dalam pembangunan. Namun Bulgan meminta sikap warga tidak disertai dengan tindakan anarkis. 'Kontra atau tidak setuju tidak masalah itu hak warga tapi jangan anarkis dengan mencabuti patok,' ujar Bulgan. Menurut Bulgan, orang yang kontra karena mungkin belum mengerti dan mendapat sosialisasi tentang manfaat pembangunan PLTSa. 'PLTSa salah satu penanganan sampah yang sudah dikaji dan tidak akan merugikan masyarakat,' ujar Bulgan. (tsm)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar