Published on 23 April 2007, 08:44
”SEKARANG Bandung nggak seperti dulu. Udah panas,” ujar Vina (40) sambil mengipas-ngipaskan secarik kertas berharap mendapat kesejukan dari embusan angin yang ditimbulkannya. Vina yang asal Jakarta itu, kerap terbayang situasi Bandung tempo dulu yang sangat dingin. Ia mengaku sangat gembira jika diajak orang tuanya berlibur ke Bandung karena udaranya yang dingin dan sejuk.
SEORANG anak berlari menembus kabut saat menuju ke sekolahnya di Jln. Pesantren, Kelurahan Cibabat, Cimahi, Kamis (19/4). Pemanasan global berimbas juga pada perubahan cuaca. Jika dulu April sudah memasuki musim kemarau, kini justru masih sering turun hujan.* HARRY SURJANA/"PR" |
Boleh jadi, keluhan Vina di atas adalah salah satu dampak dari pemanasan global yang isunya mencuat sejak satu dekade terakhir ini. Berdasarkan catatan ”PR”, temperatur maksimum absolut tertinggi di Bandung terjadi pada tahun 2002 yaitu mencapai 34,9 derajat Celsius. Pada tahun yang sama, temperatur minimum absolut sebesar 14,4 derajat Celsius.
Temperatur maksimum absolut tertinggi terjadi lagi pada November 2006, yaitu mencapai 34,2 derajat Celsius. Kepala Kantor Badan Meteorologi dan Geofisika Kelas I Bandung, Drs. H. Hendri Subakti, S.Si., ketika ditemui pada waktu itu mengatakan, rata-rata suhu maksimum Kota Bandung memang mengalami kenaikan hingga 2 derajat Celsius dalam 20 tahun terakhir. "Jika 20 tahun lalu, rata-rata suhu maksimum Kota Bandung selalu di bawah 30 derajat Celsius, tahun ini sudah mencapai 31 derajat Celsius," tuturnya.
Hendri mengatakan, angka rata-rata suhu maksimum tersebut, trennya selalu naik dan sulit untuk bisa turun lagi. Artinya, Kota Bandung akan tetap panas bahkan akan semakin panas jika tidak segera dilakukan langkah-langkah untuk menahan kenaikan suhu tersebut.
Kenaikan suhu maksimum Kota Bandung, kata Hendri, disebabkan oleh dua hal. Pertama, kenaikan suhu secara global. Kedua, karena perubahan lingkungan akibat banyaknya lahan terbuka hijau diganti dengan bangunan beton dan kaca. "Pada dasarnya, keduanya memengaruhi satu sama lain. Perubahan lingkungan pun memberikan dampak langsung pada percepatan peningkatan suhu global di suatu wilayah," katanya.
Menurut pakar perubahan iklim Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral ITB, Dr. Armi Susandi, M.T., suhu Kota Bandung juga terancam terus mengalami kenaikan. ”Pada dasarnya, peningkatan suhu terjadi di seluruh dunia akibat pemanasan global. Dalam kurun waktu 100 tahun ke depan, diperkirakan suhu bumi naik 4-5 derajat Celsius. Khusus di Kota Bandung, kenaikan jauh lebih besar,” tuturnya.
Menurut Armi, hal itu terjadi karena aktivitas manusia maupun pembangunan di Kota Bandung sangat tinggi. Itu pun masih diperburuk dengan tidak adanya massa udara di sekitar Kota Bandung yang dikelilingi gunung dan daratan sehingga, kenaikan suhu yang dihasilkan Kota Bandung jauh lebih tinggi dibandingkan kota-kota lain.
”Di sisi lain, polusi Kota Bandung juga terus mengalami peningkatan. Karena itu, Pemerintah Kota Bandung harus sesegera mungkin mengambil tindakan. Penghijauan berasio 2:1 dengan pembangunan mungkin harus benar-benar direalisasikan. Masalahnya, wilayah terbuka di Kota Bandung sudah semakin minim dan daur hidup pohon cukup lama, mencapai 70 tahun,” katanya.
Pemanasan global terutama disebabkan oleh adanya pencemaran udara yang merusak lapisan ozon sehingga membuat sinar matahari tidak tersaring jatuh ke bumi. Bandung sebagai bagian dari wilayah bumi, tentu saja berkontribusi terhadap aktivitas penyebab pemanasan global ini melalui pencemaran yang terjadi di dalamnya.
Sumber utama pencemaran di Kota Bandung sebagian besar berasal dari sektor transportasi yang padat. Kendaraan bermotor di kota-kota besar termasuk Bandung memberikan kontribusi sekira 70% pencemaran udara. Penyebab polusi lainnya ialah sektor industri sekira 15%, rumah tangga 10%, serta lainnya 5%.
Perbandingan antara kemampuan penambahan ruas jalan dengan laju pertambahan kendaraan bermotor di Kota Bandung, jauh tidak seimbang. Pertambahan ruas jalan per tahun rata-rata hanya 0,6%, sedangkan laju pertambahan kendaraan rata-rata mencapai 12%. Akibatnya, pada ruas-ruas jalan tertentu sulit dihindari terjadinya kemacetan lalu lintas yang berpotensi terhadap pencemaran udara kota yang ditimbulkan dari emisi gas buang kendaraan bermotor.
Berdasarkan data hasil penelitian Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung yang dirilis pada Februari tahun lalu, parameter hidrokarbon (HC) untuk kualitas udara ambien dari semua lokasi yang diukur berada di atas baku mutu.
Sedangkan kualitas udara ambien khusus gas karbonmonoksida (CO) di Kota Bandung pada tahun 2003-2005 di beberapa tempat yang diteliti sudah di atas baku mutu. Di antaranya di Jln. Buahbatu, Terminal Ledeng, dan Terminal Cicaheum. Nilai baku mutu gas CO adalah 9,0 ppm, di Jln. Buahbatu dan Terminal Ledeng sudah mencapai 13 ppm, dan di Terminal Cicaheum mencapai 10 ppm.
Sumber : www.pikiran-rakyat.co.id
1 komentar:
Thanks for info https://bit.ly/2ChpWlH
Posting Komentar