Bandung, Kompas - Tidak ada alasan bagi Pemerintah Kota Bandung untuk membiarkan sampah bertumpuk di wilayahnya. Sebab, kota yang meng- hasilkan sampah sekitar 7.500 kubik per hari ini memiliki banyak ahli dari berbagai perguruan tinggi sekaligus teknologi pengolahan sampah.
"Sampah jangan dipolitisasi, kasihan masyarakat," kata Memet Hakim, pendiri Emha Training Center yang melakukan pelatihan penanganan sampah di Kota Bandung dan Kota Bogor, Sabtu (14/5).
Memet merasa prihatin melihat masyarakat Kota Bandung yang dipaksa hidup dengan bau, binatang pembawa penyakit dari sampah, dan lingkungan yang kotor. "Masalah Kota Bandung bukan masalah sampah. Kalau hanya masalah sampah sih mudah diatasi. Tapi masalahnya, Pemerintah Kota Bandung dan Perusahaan Daerah Kebersihan tidak punya cukup niat untuk mengatasi sampah," kata Memet.
Memet mengkhawatirkan jika sampah dibiarkan menumpuk di segala penjuru kota untuk dipakai sebagai senjata meminta dana pada pihak lain agar ikut mengatasi permasalahan sampah Kota Bandung. Padahal, ujar Memet, jika masalahnya hanya dana, tumpukan sampah sudah mampu menjadi uang jika diolah.
Potensi ekonomi
Sampah di Kota Bandung tidak diangkut sejak 15 April atau selama 30 hari. Jika setiap hari Bandung menghasilkan 7.500 meter kubik atau sekitar 5.000 ton sampah, ada sekitar 150.000 ton sampah di Kota Bandung saat ini.
Dari jumlah sampah tersebut bisa dihasilkan kompos padat sekitar 50.600 ton. Harga kompos padat berkisar Rp 200-Rp 400 per kilogram. Artinya, nilai uang dari sampah tersebut sekitar Rp 10 miliar-Rp 20 miliar.
Sampah juga menghasilkan air lindi yang bisa dipakai untuk memproduksi kompos cair. Kini harga kompos cair mencapai Rp 30.000 per liter. Dengan sampah yang bertumpuk di seluruh penjuru kota, diperkirakan bisa menghasilkan 750.000 liter kompos cair atau senilai Rp 22,5 miliar.
Memet berharap Pemerintah Kota Bandung segera bertindak untuk menyelesaikan masalah kota. "Sebetulnya pemerintah sudah melakukan kejahatan perusakan lingkungan dengan membiarkan lingkungan kotor, memiliki banyak bibit penyakit, dan air lindinya mencemari air tanah dan sungai," tutur Memet.
Ketua Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat Dadang Sudardja mengusulkan, perlu intervensi pusat. Saat ini justru buruh diintervensi. Intervensi dimaksudkan demi efisiensi dan efektivitas penanganan sampah. Sebab, menumpuknya sampah merupakan cermin ketidakmampuan Pemerintah Kota Bandung.
Indikasi ketidakmampuan Kota Bandung lainnya, kata Dadang, adalah tidak adanya regulasi yang jelas mengenai sampah. "Selama ini pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga hanya sebatas imbauan. Semestinya ada regulasi yang berkekuatan hukum," ujarnya. (ynt)
Rabu, 19 Desember 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar