BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat, Danny Setiawan, kembali akan dipanggil Mendagri atas persoalan revisi RTRW Kota Bandung No 02 Tahun 2004. Selain itu, Mendagri juga akan meminta gubernur untuk melakukan peninjauan kembali atas revisi perda yang telah ditetapkan Wali Kota Bandung, Dada Rosada.
Demikian sejumlah hasil pertemuan antara Komisi Masyarakat Bandung Bermartabat (KMBB) dengan Kabag Hukum Depdagri, Cahya Supriatna dan staf Dirjen Tata Ruang, Juni, di kantor Depdagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (27/3).
''Perwakilan Mendagri dan Dirjen Tata Ruang berjanji akan memanggil gubernur secepatnya,'' ujar Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Jabar, Dadang Sudardja, saat dihubungi Republika, Senin (27/3). Ia menambahkan, pertemuan itu berlangsung pukul 10.00-13.00 WIB.
Dalam pertemuan itu, kata Dadang, KMBB menyampaikan keberatan atas revisi perda RTRW Kota Bandung. Pasalnya, jika perda itu diberlakukan akan membahayakan Cekungan Bandung. Ia menjelaskan, pembangunan di Kawasan Bandung Utara (KBU) harus diprioritaskan untuk ruang terbuka hijau (RTH), ekosistem, dan lainnya. Apalagi, provinsi menilai KBU merupakan kawasan lindung.
Selain itu, sambung Dadang, revisi perda tersebut bisa memarjinalkan hak publik dengan mempetak-petakkan hak individu. Dengan tata ruang yang asal-asalan, kata dia, hak-hak publik akan berkurang. Selain itu, rencana pembangunan resort dan bangunan tidak ramah lingkungan lainnya akan menambah beban kawasan lindung. ''Ini juga akan berdampak buruk bagi ketersediaan air tanah di KBU ataupun daerah di bawahnya,'' katanya menandaskan.
Berdasarkan data yang dikumpulkan Republika, KMBB ditemui perwakilan Dirjen Tata Ruang dan Mendagri terkait dengan surat yang diajukan KMBB. Ormas yang terdiri dari sejumlah organisasi ini berkumpul di Sekretariat Walhi Jabar pukul 06.00 WIB. Dengan menggunakan kendaraan, ratusan anggota KMBB ini menuju Jakarta dan diterima perwakilan Dirjen Tata Ruang dan Mendagri pukul 10.00 WIB.
Sementara itu, Wali Kota Bandung, Dada Rosada, mengatakan penolakan merupakan hak setiap orang. Ia menambahkan, sejak awal Punclut ditata, pihak yang kontra selalu menghadang. Namun, ia terus melakukannya karena mengaku penataan Punclut merupakan permintaan rakyat.
''Pembangunan untuk kesejahteraan rakyat, PNS itu rakyat, warga Punclut juga rakyat, seniman itu rakyat, wartawan juga rakyat, dan orang yang menolak pun rakyat,'' cetusnya. Rakyat yang dibelanya, sambung Dada, adalah rakyat kebanyakan. Artinya, kata dia, yang rakyat yang menolak hanya sedikit. ( ren )
Rabu, 19 Desember 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar