BANDUNG -- Prosedur analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di Gedebage Bandung tidak ditaati. Hingga kini amdal masih dibuat tetapi Pemkot Bandung sudah menggembar-gemborkan peletakan batu pertama.
Hal tersebut disampaikan pakar lingkungan, Prof Otto Sumarwoto, dalam makalahnya dalam acara rangkaian penolakan warga atas pembangunan PLTSa, Ahad (2/12). ''Pembangunan (seharusnya) dilakukan setelah proses amdal selesai, karena bisa saja ada yang berubah,'' cetus dia.
Kegiatan yang dihadiri 1.500 orang warga itu merupakan bagian dari upaya penolakan pembangunan PLTSa. Warga bertekad terus berjuang agar PLTSa tidak dibangun. Pasalnya PLTSa bisa membahayakan penduduk sekitar.
''Ini murni keinginan kami tidak ada unsur politik dari manapun,'' ujar Koordinator Aksi, Roni Muhammad Tabroni. Ia menambahkan, pernyataan berbagai pakar di bidangnya masing-masing menguatkan masyarakat bahwa PLTSa tidak boleh dibangun di daerahnya. Bahkan salah satu pakar lingkungan menyatakan PLTSa sudah ditutup di negara-negara lain. Namun di Bandung, kata dia, justru diterapkan.
Selain itu, dilihat dari tata ruang, Gedebage merupakan daerah pemukiman. Roni mempertanyakan mengapa terjadi perubahan penggunaan tata ruang menjadi industri.
Roni menambahkan, selama ini, Pemkot Bandung selalu mengklaim warga Gedebage setuju dengan didirikannya PLTSa. Padahal, lanjut dia, lebih dari 50 persen warga menolaknya.
Pada radius 500 meter sampai satu kilometer dari lokasi PLTSa akan dibangun, ada sekitar 1.700 KK. Dari jumlah itu, yang menyatakan keberatan dan membubuhkan tanda tangannya mencapai lebih dari 1.600 KK. Angka ini mengasumsikan bahwa sebagian besar warga menolak. ''Ketua RW 01 Kota Bandung menyatakan setuju, tapi warganya sendiri menolak dan memberikan tandatangannya kepada kami,'' kata dia.
Ikuti fatwa ulama
Wali Kota Bandung, Dada Rosada, tetap akan merealisasikan pembangunan PLTSa Gedebage sekali pun diberondong aksi protes. Menurut dia, pembangunan PLTSa merupakan salah satu program Pemkot Bandung yang telah mendapat restu dari kalangan ulama.
Dada menyatakan, pro dan kontra terhadap program pembangunan di Kota Bandung sangat wajar. Menurut dia, pembangunan jalan layang Pasupati dan Kiaracondong pun sempat mendapat reaksi protes dari sebagian warga. Namun, imbuh dia, kenyataannya proyek itu terealisasi, dan bisa dirasakan manfaatnya saat ini.
Begitu pun dengan PLTSa Gedebage, tutur Dada, menimbulkan reaksi kurang sejalan dengan Pemkot Bandung. ''Fatwa ulama menyebutkan, kalau kita tidak ragu dan memang langkah kita bermanfaat bagi masyarakat, maju terus,'' ujar Dada di Kampus Universitas Maranatha, Bandung, Ahad (2/12).
Kata Dada, Pemkot Bandung akan membuktikan bila gagasan PLTSa Gedebage sangat bermanfaat bagi masyarakat. Wakil Gubernur Jabar, Nu'man Abdul Hakim, menjelaskan, pembangunan PLTSa Gedebage pun tidak tumpang tindih dengan proyek TPA Leuwigajah yang sedang dijalankan Pemprov Jabar.
(ren/san )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar