"Halo para sahabat, apa kabar? Ketemu lagi dengan radio komunitas Suara Pangandaran Darurat Recovery Ciamis Selatan (Drecs) 107,7 FM. Masih ditemani VJ Yo dan VJ Enuy di sini yang bakal nemenin sahabat sekalian dalam rubrik wawasan kita, kali ini kita akan mengupas habis seputar umbi-umbian dan persoalan pangan," tutur VJ Enuy, bernama asli Enung Siti Juliati (15), yang ditemani Sahriyatul Maghfiroh Al Baihaqi (20) atau VJ Yo.
Mereka berimpit menempati ruangan berukuran sekitar 3 meter x 3 meter, menghadapi satu perangkat mixer, satu unit komputer, dan telepon genggam.
Radio komunitas di Jalan Kidang Pananjung 121 Pangandaran ini terbentuk pascabencana gempa dan tsunami di Ciamis Selatan tahun 2006. Siarannya sampai ke enam kecamatan, yaitu Kecamatan Pangandaran, Kalipucang, Sidamulih, Parigi, Cijulang, dan Cimerak, bahkan bisa sampai ke Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, 75 kilometer dari Pangandaran.
Dadang Sudardja, Kepala Studio, mengatakan, terbentuknya radio komunitas (rakom) ini dari kesamaan pemahaman dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, Jaringan Radio Komunitas (JRK), Konservasi Nusantara (Konus), dan Pusat Pendidikan Lingkungan Pesisir (PPLP) terhadap kondisi Pangandaran pascabencana.
Rakom lalu menjadi sarana penyedia informasi kebencanaan yang mudah diakses masyarakat. Tanggal 10 Agustus 2006, sebulan pascatsunami Pangandaran, rakom mengudara. Baru pada 2 September 2006 rakom diresmikan oleh KPID Jawa Barat.
Dadang, yang juga Kepala Bidang Advokasi dan Kampanye Walhi Jabar, menuturkan, pada tahap awal rakom hanya menginformasikan soal kebencanaan, misalnya soal isu bencana susulan.
Drecs langsung mendapat respons positif warga Pangandaran dan sekitarnya, terindikasi dari banyaknya partisipasi warga melalui telepon atau pesan singkat. Rakom menjadi satu-satunya pusat informasi terpercaya. Radio ini membuka akses langsung kepada Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Cilacap.
"Polisi Air dan Udara (Polairud) dan TNI Angkatan Laut di Pangandaran pun sering meminta informasi, padahal seharusnya pemerintah yang paling bertanggung jawab terhadap informasi," kata Dadang.
Sebagai radio berbasis kebencanaan yang baru seumur jagung, acara didominasi informasi dan edukasi—30 persen dan 50 persen—serta 20 persen hiburan. Informasi cuaca diudarakan dua jam sekali. Kini bersama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Ciamis dan Pangandaran dirintis kelompok belajar melalui udara.
Melalui acara free talk pukul 23.00-02.00 dibahas masalah aktual Pangandaran, mulai dari penataan pedagang kaki lima, pesisir pantai dan laut, sampai relokasi pengungsi. Masyarakat bebas berbicara, saling bantah, dan melontarkan gagasan.
Narasumber dari pemerintah daerah, akademisi, dan tokoh masyarakat pun dihadirkan.
Acara itu menjadi sarana dialog warga Pangandaran dan tempat mencurahkan segala unek-unek. Hasilnya bisa dijadikan rekomendasi bagi pemerintah daerah sebelum memutuskan suatu kebijakan. Acara luar siaran pun digelar, misalnya hari bersih pantai sedunia.
Rakom mampu mengisi kekosongan informasi yang tidak diberikan pemerintah daerah. Ruang publik yang disediakan mampu menembus kebuntuan komunikasi di antara warga. Di sisi lain, juga dapat menjadi wahana sosialisasi program pembangunan. (Adhitya Ramadhan)
Mereka berimpit menempati ruangan berukuran sekitar 3 meter x 3 meter, menghadapi satu perangkat mixer, satu unit komputer, dan telepon genggam.
Radio komunitas di Jalan Kidang Pananjung 121 Pangandaran ini terbentuk pascabencana gempa dan tsunami di Ciamis Selatan tahun 2006. Siarannya sampai ke enam kecamatan, yaitu Kecamatan Pangandaran, Kalipucang, Sidamulih, Parigi, Cijulang, dan Cimerak, bahkan bisa sampai ke Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, 75 kilometer dari Pangandaran.
Dadang Sudardja, Kepala Studio, mengatakan, terbentuknya radio komunitas (rakom) ini dari kesamaan pemahaman dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, Jaringan Radio Komunitas (JRK), Konservasi Nusantara (Konus), dan Pusat Pendidikan Lingkungan Pesisir (PPLP) terhadap kondisi Pangandaran pascabencana.
Rakom lalu menjadi sarana penyedia informasi kebencanaan yang mudah diakses masyarakat. Tanggal 10 Agustus 2006, sebulan pascatsunami Pangandaran, rakom mengudara. Baru pada 2 September 2006 rakom diresmikan oleh KPID Jawa Barat.
Dadang, yang juga Kepala Bidang Advokasi dan Kampanye Walhi Jabar, menuturkan, pada tahap awal rakom hanya menginformasikan soal kebencanaan, misalnya soal isu bencana susulan.
Drecs langsung mendapat respons positif warga Pangandaran dan sekitarnya, terindikasi dari banyaknya partisipasi warga melalui telepon atau pesan singkat. Rakom menjadi satu-satunya pusat informasi terpercaya. Radio ini membuka akses langsung kepada Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Cilacap.
"Polisi Air dan Udara (Polairud) dan TNI Angkatan Laut di Pangandaran pun sering meminta informasi, padahal seharusnya pemerintah yang paling bertanggung jawab terhadap informasi," kata Dadang.
Sebagai radio berbasis kebencanaan yang baru seumur jagung, acara didominasi informasi dan edukasi—30 persen dan 50 persen—serta 20 persen hiburan. Informasi cuaca diudarakan dua jam sekali. Kini bersama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Ciamis dan Pangandaran dirintis kelompok belajar melalui udara.
Melalui acara free talk pukul 23.00-02.00 dibahas masalah aktual Pangandaran, mulai dari penataan pedagang kaki lima, pesisir pantai dan laut, sampai relokasi pengungsi. Masyarakat bebas berbicara, saling bantah, dan melontarkan gagasan.
Narasumber dari pemerintah daerah, akademisi, dan tokoh masyarakat pun dihadirkan.
Acara itu menjadi sarana dialog warga Pangandaran dan tempat mencurahkan segala unek-unek. Hasilnya bisa dijadikan rekomendasi bagi pemerintah daerah sebelum memutuskan suatu kebijakan. Acara luar siaran pun digelar, misalnya hari bersih pantai sedunia.
Rakom mampu mengisi kekosongan informasi yang tidak diberikan pemerintah daerah. Ruang publik yang disediakan mampu menembus kebuntuan komunikasi di antara warga. Di sisi lain, juga dapat menjadi wahana sosialisasi program pembangunan. (Adhitya Ramadhan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar