Awasi Ketat Pengembang yang Sudah Kuasai Lahan
BANDUNG, (PR).-Pemerintah Provinsi Jawa Barat diharapkan menyampaikan penjelasan secara terbuka dan lengkap kepada masyarakat luas, tentang kondisi riil kawasan Bandung Utara (KBU). Penjelasan rinci dan transparan itu meliputi berapa sebenarnya luas KBU yang sudah dibangun, berapa pengembang yang sudah memperoleh izin, dan wilayah mana saja yang sudah diberikan izin lengkap dengan pemetaannya.
Demikian pernyataan sikap tertulis yang disampaikan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Daerah Jabar dan Forum Penyelamat Lingkungan Hidup (FPLH) Jabar yang disampaikan kepada DPRD Jabar dan para wartawan, Rabu (29/6).
Pernyataan tertulis itu disampaikan sebagai bagian dari upaya membereskan persoalan tumpang-tindihnya penataan ruang di KBU yang sudah sangat parah. Dalam situasi demikian, pemerintah dinilai lamban melakukan tindakan tegas atas berbagai rencana pembangunan fisik yang terus berlanjut di wilayah yang sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung itu.
Dalam pernyataan yang ditandatangani Kepala Divisi Advokasi Walhi Jabar Dadang Sudardja dan Ketua FPLH Thio Setiowekti disampaikan juga bahwa pernyataan sikap dua LSM pemerhati lingkungan itu dilandasi oleh pernyataan Gubernur Jabar Danny Setiawan yang menyebutkan KBU sudah dikuasai oleh 115 pengembang yang mengantongi izin 3.600 hektare.
"Apa yang kami sampaikan merupakan bahan evaluasi bagi Pemprov Jabar untuk mengetahui dan menindaklanjuti berbagai penyimpangan terhadap rencana tata ruang wilayah (RTRW) Jabar, serta peraturan perundangan lainnya yang berkaitan dengan KBU," ujar Dadang Sudardja.
Sebelumnya, rapat gabungan Komisi A, B, dan D DPRD Jabar juga menyimpulkan Gubernur Jabar agar menunjukkan konsistensi dan ketegasan sikap menyatakan KBU sebagai wilayah status quo. Konsistensi dan ketegasan sikap itu termasuk memberikan tindakan tegas kepada kota/kabupaten yang terbukti membuat kebijakan yang bertentangan dengan perundangan di atasnya.
Kewibawaan politik
Wakil Ketua Komisi A, Ahmad Adib Zain sepakat agar Pemprov Jabar membeberkan secara terbuka siapa saja pengembang yang sudah memperoleh izin di KBU. Bagi pengembang yang sudah telanjur diberikan izin dan sudah ada bangunan yang berdiri, harus diawasi dengan ketat, bahkan dibatasi, agar tidak lagi menyalahi aturan yang sudah ditetapkan.
"Jangan lagi ada izin yang dikeluarkan. Kalau perlu izin yang sudah kedaluwarsa dicabut saja, walaupun izinnya dikeluarkan oleh pemerintah kota/kabupaten," kata Adib Zain.
Menurut Adib, sesuai undang-undang mana pun dalam konteks NKRI, gubernur adalah kepanjangan tangan pemerintah pusat. Gubernur memiliki hak untuk mengawasi dan melakukan pembinaan terhadap kota/kabupaten. "Kemudian melaporkan hasil pengawasan dan pembinaan itu kepada pemerintah pusat. Kalau kemudian (hak) itu tidak dilaksanakan, seolah memang ada kompromi-kompromi di balik itu. Dampak lebih jauh bisa menurunkan kewibawaan politik pemerintah provinsi," ujarnya.
Di sisi lain ia kembali menanggapi soal pelaksanaan studi kelayakan rencana pembangunan jalan Dago-Lembang. "Saya mendapat surat dari Dinas Bina Marga Jabar bahwa proses tender sudah dilakukan untuk pelaksanaannya. Saya mempertanyakan mana yang benar, apakah pernyataan Dinas Binar Marga atau gubernur yang sebelumnya mengakui bahwa studi kelayakan itu tidak ditenderkan," kata Adib Zain.
Ia menambahkan, sesuai peraturan hanya ada tiga hal yang membolehkan sebuah projek pembangunan tidak ditenderkan. Pertama, nilainya di bawah Rp 50 juta, kemudian merupakan pekerjaan darurat terkait bencana alam atau bencana sosial, dan terkait dengan penyediaan bahan-bahan berbahaya, tugas hankam negara, dan menyangkut kerahasiaan negara. (A-64)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar