BANDUNG -- Pemkot Bandung masih menafikan keberadaan warga yang menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Gedebage. Pasalnya hingga kini Pemkot tetap menyatakan keputusan pembangunan PLTSa sudah final dan tahapan sosialisasi belum menyentuh warga yang kontra.
''Pernyataan wali kota jelas menafikan aspirasi warga yang menolak pembangunan PLTSa,'' kata Ketua Bidang Kampanye dan Advoaksi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar, Dadang Sudardja, kepada Republika, Ahad (16/12). Padahal seharusnya, ungkap dia, semua aspirasi baik yang pro maupun kontra dijadikan bahan pertimbangan bagi Pemkot Bandung dalam mengambil keputusan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemkot Bandung menilai pembanguan PLTSa sudah final karena tidak ada alternatif lain pengelolaan sampah di Kota Bandung. Pada JUmat (14/12) malam lalu, Pemkot Bandung menggelar sosialisasi pembangunan PLTSa di Pendopo Kota Bandung.
Sosialisasi itu dihadiri oleh para ulama se-Kota Bandung, Ormas, LSM, dan lain-lain. Materi sosialisasi disampaikan oleh Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH), Nana Supriatna, Direktur Bandung Raya Indah Lestari, Yoseph Sunaryo, serta Dirut PD Kebersihan, Awan Gumelar.
Dikatakan Dadang, pemikiran-pemikiran kritis dari warga maupun aktivis lingkungan serta pendapat para pakar, merupakan hal yang wajar. ''Kami meminta keputusan pemerintah sudah dilakukan berdasarkan kajian yang komprehensif tidak asal-asalan,'' ujar dia menandaskan.
Hingga kini, menurut Dadang, kajian analisis dampak lingkungan hidup (amdal) pembangunan PLTSa belum selesai. Meski demikian, kata dia, kajian amdal bukanlah pembenaran untuk dilakukannya pembangunan PLTSa.
''Diperlukan kajian baik dari aspek ekonomi, sosial maupun ekologinya,'' cetus Dadang menegaskan. Ia menambahkan, jangan sampai pembangunan PLTSa menjadi permasalahan di kemudian hari, baik terhadap masyarakat maupun lingkungan.
Selain itu, kata Dadang, hingga kini Pemkot Bandung belum memberikan jaminan pembangunan PLTSa tidak memberikan dampak negatif. ''Jika terjadi dampak negatif seperti timbulnya gangguan kesehatan terhadap warga sekitar siapa yang mau bertanggung jawab?''cetus dia.
Sementara itu Koordinator Aksi Aliansi Rakyat Tolak Pembangunan Pabrik Sampah di Permukiman (ARTP2SP), Muhammad Tabroni, mengatakan warga perumahan Griya Cempaka Arum (GCA) sebanyak 1.200 kepala keluarga (KK) masih menolak rencana pembangunan PLTSa. Ia menambahkan sosialisasi yang dilakukan Pemkot Bandung akhir pekan lalu tidak melibatkan warga yang kontra pembangunan PLTSa.
''Kami tidak menerima undangan sama sekali terkait sosialisasi. Jika diundang ataupun mereka datang ke GCA kami akan menerimanya,'' ujar Roni. Ia mempertanyakan mengapa sosialisasi hanya dilakukan terhadap tokoh-tokoh masyarakat tanpa melibatkan warga yang kontra pembangunan.
Lebih lanjut Roni mengatakan jika Pemkot Bandung tetap membangun PLTSa maka tindakan tersebut adalah pemaksaan dari pemerintah. ''Apa itu penyelenggaraan pemerintah yang baik?'' katanya. Roni, menjelaskan warga yang menolak siap memperjuangkan habis-habisan pembangunan PLTSa Gedebage. ''Bisa dengan aksi-aksi maupun langkah lainnya,'' ungkap dia.
Jika waktunya sudah tepat, Roni menambahkan, warga akan segera menempuh upaya hukum menggugat pembangunan PLTSa. Sampai kapanpun, kata dia, warga di sekitar lokasi pembangunan menentang rencana pembangunan PLTSa.
Sekretaris Komisi C DPRD Kota Bandung, Muchsin Al-Fikri, meminta Pemkot Bandung mendengarkan aspirasi warga yang kontra pembangunan PLTSa. ''Saya berharap tokoh-tokoh masyarakat yang ikut sosialisasi dapat menjadi jembatan penghubung antara warga dan Pemkot Bandung,'' cetusnya.
Muchsin menilai Pemkot Bandung seharusnya menunda peletakan batu pertama pemabangunan PLTSa pada 8 Januari 2008 jika Amdalnya belum selesai. Hasil Amdal, lanjut dia, menjadi penentu dilaksanakan pembangunan PLTSa tersebut. rig
''Pernyataan wali kota jelas menafikan aspirasi warga yang menolak pembangunan PLTSa,'' kata Ketua Bidang Kampanye dan Advoaksi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar, Dadang Sudardja, kepada Republika, Ahad (16/12). Padahal seharusnya, ungkap dia, semua aspirasi baik yang pro maupun kontra dijadikan bahan pertimbangan bagi Pemkot Bandung dalam mengambil keputusan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemkot Bandung menilai pembanguan PLTSa sudah final karena tidak ada alternatif lain pengelolaan sampah di Kota Bandung. Pada JUmat (14/12) malam lalu, Pemkot Bandung menggelar sosialisasi pembangunan PLTSa di Pendopo Kota Bandung.
Sosialisasi itu dihadiri oleh para ulama se-Kota Bandung, Ormas, LSM, dan lain-lain. Materi sosialisasi disampaikan oleh Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH), Nana Supriatna, Direktur Bandung Raya Indah Lestari, Yoseph Sunaryo, serta Dirut PD Kebersihan, Awan Gumelar.
Dikatakan Dadang, pemikiran-pemikiran kritis dari warga maupun aktivis lingkungan serta pendapat para pakar, merupakan hal yang wajar. ''Kami meminta keputusan pemerintah sudah dilakukan berdasarkan kajian yang komprehensif tidak asal-asalan,'' ujar dia menandaskan.
Hingga kini, menurut Dadang, kajian analisis dampak lingkungan hidup (amdal) pembangunan PLTSa belum selesai. Meski demikian, kata dia, kajian amdal bukanlah pembenaran untuk dilakukannya pembangunan PLTSa.
''Diperlukan kajian baik dari aspek ekonomi, sosial maupun ekologinya,'' cetus Dadang menegaskan. Ia menambahkan, jangan sampai pembangunan PLTSa menjadi permasalahan di kemudian hari, baik terhadap masyarakat maupun lingkungan.
Selain itu, kata Dadang, hingga kini Pemkot Bandung belum memberikan jaminan pembangunan PLTSa tidak memberikan dampak negatif. ''Jika terjadi dampak negatif seperti timbulnya gangguan kesehatan terhadap warga sekitar siapa yang mau bertanggung jawab?''cetus dia.
Sementara itu Koordinator Aksi Aliansi Rakyat Tolak Pembangunan Pabrik Sampah di Permukiman (ARTP2SP), Muhammad Tabroni, mengatakan warga perumahan Griya Cempaka Arum (GCA) sebanyak 1.200 kepala keluarga (KK) masih menolak rencana pembangunan PLTSa. Ia menambahkan sosialisasi yang dilakukan Pemkot Bandung akhir pekan lalu tidak melibatkan warga yang kontra pembangunan PLTSa.
''Kami tidak menerima undangan sama sekali terkait sosialisasi. Jika diundang ataupun mereka datang ke GCA kami akan menerimanya,'' ujar Roni. Ia mempertanyakan mengapa sosialisasi hanya dilakukan terhadap tokoh-tokoh masyarakat tanpa melibatkan warga yang kontra pembangunan.
Lebih lanjut Roni mengatakan jika Pemkot Bandung tetap membangun PLTSa maka tindakan tersebut adalah pemaksaan dari pemerintah. ''Apa itu penyelenggaraan pemerintah yang baik?'' katanya. Roni, menjelaskan warga yang menolak siap memperjuangkan habis-habisan pembangunan PLTSa Gedebage. ''Bisa dengan aksi-aksi maupun langkah lainnya,'' ungkap dia.
Jika waktunya sudah tepat, Roni menambahkan, warga akan segera menempuh upaya hukum menggugat pembangunan PLTSa. Sampai kapanpun, kata dia, warga di sekitar lokasi pembangunan menentang rencana pembangunan PLTSa.
Sekretaris Komisi C DPRD Kota Bandung, Muchsin Al-Fikri, meminta Pemkot Bandung mendengarkan aspirasi warga yang kontra pembangunan PLTSa. ''Saya berharap tokoh-tokoh masyarakat yang ikut sosialisasi dapat menjadi jembatan penghubung antara warga dan Pemkot Bandung,'' cetusnya.
Muchsin menilai Pemkot Bandung seharusnya menunda peletakan batu pertama pemabangunan PLTSa pada 8 Januari 2008 jika Amdalnya belum selesai. Hasil Amdal, lanjut dia, menjadi penentu dilaksanakan pembangunan PLTSa tersebut. rig
Tidak ada komentar:
Posting Komentar