Senin, 24 Desember 2007

PLTSa Ancam Udara Bandung

Kalau PLTSa jadi dibangun, polusi air pasti terjadi. Polusi tanah juga terjadi. Apalagi polusi udara. Ini merujuk pada neraca massa padat, cair, dan gas. PLTSa bisa menjadi momok bagi cekungan Bandung, menjadi monster yang sulit dilawan dan tak dapat dipulihkan kalau bencana ekologi sudah terjadi.

Ada tulisan ringkas tentang potensi polusi udara di cekungan raya Bandung. Sebagian tulisan itu saya ambil dan saya inputkan ke blog ini. Tulisan aslinya ada di web milik LAPAN.

PENCEMARAN UDARA DAN KEASAMAN AIR HUJAN

Oleh Tuti Budiwati

Pertumbuhan penduduk yang juga disertai pertumbuhan ekonomi yang pesat di kawasan Asia Timur termasuk Indonesia berkaitan pula dengan pertumbuhan industri dan transportasi di kawasan ini. Dampak dari kemajuan teknologi dan industri yang pesat di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya akan memacu jumlah gas buang ke udara. Dampak pencemaran udara terjadi dalam beberapa tingkat. Pada skala mikro/lokal, pencemaran udara hanya mempengaruhi kualitas udara setempat, dalam lingkup yang relatif terbatas, misalnya pencemaran udara oleh debu. Selain itu terdapat pula pencemaran udara dalam skala meso atau regional, yang dampaknya dapat mempengaruhi areal yang lebih luas contohnya hujan.

Peningkatan gas buang seperti NH3, NO2, SO2 dan aerosol akan mempengaruhi kadar keasaman air hujan. Aerosol dan gas-gas NH3, NO2 dan SO2 yang terlarut dalam udara dapat dibersihkan dari atmosfer melalui proses pembersihan secara kering (dry deposition) atau basah (wet deposition). Menurut Seinfeld J.H., (1986) garis batas keasaman air hujan adalah 5,6 yang berada dalam garis kesetimbangan dengan konsentrasi CO2 atmosfer 330 ppm. Bila kadar keasaman air hujan di bawah 5,6 dikatakan telah terjadi hujan asam.

Pada tahun 1985 Nurlaini et al. (LAPAN) mulai melakukan penelitian keasaman air hujan untuk pulau Jawa. Untuk kota Bandung khususnya di daerah Cipedes, Margahayu (terusan Kopo), Dago, Cicaheum dan Kebun Kelapa , kelima tempat ini bila dilihat daerah letak lokasi mewakili daerah Bandung Barat, Bandung Selatan, Bandung Utara, Bandung Timur dan Bandung Pusat. Dari pengukuran bulan April 1987 sampai dengan Pebruari 1988 hasil pH rata-rata di Bandung: Cipedes 6,492; Margahayu 6,405; Dago 6,396; Cicaheum 6,846; Kebon Kelapa 6,867. Penelitian-penelitian hujan asam selanjutnya dimulai bulan Okober 1987 sampai Desember 1987 oleh Nurlaini et al., 1987 untuk daerah industri di Semarang, Petrokimia dan Semen Gresik. Dari hasil pengukuran yang dilakukan didapat pH berkisar antara 6 dan 7, sehingga dapat dianggap masih normal.

Bandung terletak pada ketinggian di atas 743 m dari permukaan laut yang dikelilingi oleh pegunungan. Dengan kondisi geografi yang berbentuk cekungan, udara di kota Bandung akan mengalami kesulitan dalam sirkulasinya karena pegunungan yang ada dapat menghambat arus udara dari luar Bandung menuju ke Bandung atau sebaliknya. Kondisi ini dapat membahayakan bila terjadinya timbunan bahan – bahan pencemar. Kontributor utama pencemar udara kota Bandung adalah gas CO: 48.110 ton /tahun, NOx : 2.707 ton/tahun dan SO2: 2.356 ton/tahun, sedangkan Pb (timbal) dengan nilai 35 ton/tahun (Gede H. Cahyana, Pikiran Rakyat, September 1997).

Proses keasaman di Bandung dipengaruhi oleh angin darat, angin laut, angin gunung dan angin lembah yang mempunyai mekanisme yang sangat kompleks. Keasaman air hujan di Bandung dipengaruhi pula oleh faktor sumber seperti hasil penelitian di lima wilayah Bandung pada tahun 1990 adalah sebagai berikut: Rata-rata tahunan di Bandung Pusat 6,70; Bandung Utara 6,48 (ada G.Tangkuban Perahu); Bandung Selatan 6,46 (area industri); Bandung Barat 6,48 (pembakaran kapur di Padalarang); dan Bandung Timur 6,55(area industri) (Tuti .Budiwati, 1990). Berdasarkan data pH air hujan dari tahun 1985 – 1991 (Nurlaini et al., 1986, 1987, 1988) dan (Tuti Budiwati, et al., 1991) di Bandung Barat (Cipedes) nilai keasaman (pH) air hujan adalah 6,0 sampai 6,8 dan turun secara dratis pada tahun 1999 yaitu 4,40. Selama 15 tahun nilai keasaman (pH) air hujan telah turun 30,15%, demikian pula dengan terhadap konsentrasi ion-ion SO4 2- dan NO3- naik sebesar 165% dan 23% ( Budiwati, T. et al, 1999). Akibat yang dapat ditimbulkan karena hujan asam adalah kerusakan hutan atau vegetasi, gangguan pada kehidupan air, algae, dan perikanan, menimbulkan korosi pada bangunan dan mengganggu kesehatan. Berkaitan dengan penurunan tingkat keasaman air hujan di Bandung tersebut diatas akan diteliti kembali kondisi sumber polusi dan dampaknya terhadap konsentrasi ion-ion SO4 2- dan NO3- . Mengingat kota Bandung yang berbentuk cekungan kemungkinan mendapat timbunan bahan-bahan pencemar dari tempat lain adalah sangat mungkin.

Perkembangan pembangunan dalam bidang industri dan ekonomi di Indonesia tidak terlepas dari akibat pertambahan penduduk dan kemajuan pembangunan itu sendiri. Perpindahan penduduk ke kota telah menimbulkan peningkatan aktivitas di segala bidang yang mana membutuhkan sarana pendukung seperti transportasi. Akibatnya dari peristiwa di atas, terjadi penurunan kualitas udara di kota-kota besar seperti Bandung yang dapat mengakibatkan timbulnya hujan asam. ***

posted by Gede H. Cahyana @ 7/13/2007 07:30:00 PM

Tidak ada komentar: